PINRANG, PIJARNEWS.COM – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta pusat terkait penundaan pemilu mengundang reaksi publik, termasuk pakar hukum.
Salah satunya, pakar Hukum IAIN Parepare, Dirga Achmad. Saat dikonfirmasi, dia memberikan analisis terhadap putusan PN Jakpus dan alasan penolakan penundaan pemilu sebagai bagian dari menjaga nilai dari demokrasi dan konstitusi Indonesia.
Dia mengungkap setiap jenis dan tingkatan kekuasaan kehakiman memiliki kompetensi masing-masing termasuk yurisdiksi pengadilan negeri.
Meskipun kata dia memiliki kewenangan memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara perdata ditingkat pertama, tetapi sama sekali tidak memiliki kompetensi secara spesialis memerintahkan atau menghukum penyelenggara untuk menunda pemilu.
“Keputusan itu adalah putusan ultra vires (Luar Kuasa) ini sangat disayangkan, bagaimana mungkin penyelenggaraan pemilu sifatnya nasional bisa ditunda pelaksanaanya hanya dengan putusan pengadilan tingkat pertama,” terangnya kepada pijarnews.com, Selasa (7/3/2023).
Dia mengatakan meski sudah ada pengadilan yang arahnya menunda pemilu, Dia menegaskan harus dinyatakan batal demi hukum (putusan yang sejak semula dijatuhkan dianggap tidak pernah ada) sebab keputusan tersebut diluar kewenangan.
“Intinya putusan PN Jakpus keliru dan tidak berdasar, diluar kompetensinya,” ujarnya.
“Asas pemilu bukan hanya Luberjurdil, tapi paling penting asas periodik/regularitas (setiap 5 tahun sekali)” tambahnya.
Sementara, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Pinrang Andi Fitriani Bakri mengungkap pada dasarnya siap mengawasi skenario pemilu dan tetap mengacu pada peraturan KPU tentang tahapan dan jadwal penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2024 dan perbawaslu 5 tahun 2022 tentang pengawasan penyelenggaran pemilihan umum.
“Kalaupun ada perubahan yah tentu, kami juga harus siap dan turut mengkaji,” tuturnya.
Menurutnya hasil putusan Pengadilan Negeri beberapa hari kemarin tidak cukup kuat untuk melakukan penundaan karena seyogyanya UUD 1945 telah menegaskan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.
“Jadi jika ingin menunda seharusnya melalui amandemen UUD,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat partai Prima ke PN Jakpus terkait tidak loloskannya partai tersebut dalam proses verifikasi administrasi Partai politik Calon Peserta Pemilu.(*)
Reporter: Faizal Lupphy