PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Menurut data terakhir dari APJII, pengguna internet di Indonesia 143, 26 juta orang merupakan peringkat ke enam pengguna internet terbanyak di dunia. Media sosial banyak sekali mengambil porsi dalam kehidupan manusia. Hal itu diungkap Safrillah Syahril, Peneliti Litbang Sulsel dalam Seminar Nasional Cerdas Bermedia Sosial, Hoax dan Ujaran Sosial yang digelar Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Parepare.
“Berdasarkan data usia memang paling banyak dari kalangan milenial. Sehingga yang perlu diwaspadai dalam menyebarkan berbagai informasi di media sosial adalah kebenaran sumber atau data yang dimuat. Karena media sosial merupakan ruang dimana batas antara kebenaran dan kepalsuan, realitas dan rekahan bercampur aduk dan kabur batasannya,” tutur Safarillah Kamis, 20 Desember 2018.
Ach. Dhofir Zuhry, Rektor STIF Alfarabi Malang mengatakan, karakteristik manusia dalam pandangan Abdul Rahman Ibnu Qaldum ada dua jenis masyarakat di antaranya, masyarakat primitif ialah mereka yang perlu diajar secara persuasi, serta perlu digiring kesadarannya dan masyarakat progresif adalah mereka yang responsif, cerdas dan senantiasa memiliki pola identifikasi, klasifikasi, dan analisis dalam bermedia sosial.
“Ketika ada berita-berita yang langsung dibenarkan tanpa melalui proses pembuktian itu berarti kita masih menjadi masyarakat primitif. Seharusnya kita sudah menjadi masyarakat yang responsif yang senantiasa mengedepankan tiga pola yaitu identifikasi, klarifikasi dan analisis,” jelasnya.
Hal yang sama juga disampaikan Zulkarnain As, Dosen Teknik Arsitektur UIN Alauddin Makassar. Dia mengatakan, jika Anda ingin cerdas bermedia sosial maka manfaatkan media sosial itu untuk menghasilkan sesuatu.
“Tidak semua yang ada di dunia maya itu nyata, tapi kebanyakan hal yang sifatnya abstrak bisa di giring dengan sedemikian rupa, untuk itu baca dulu dari awal sampai akhir, kemudian teliti kalau memang layak untuk di bagikan silakan sepanjang itu tidak menimbulkan kemudaratan,” katanya.
Sementara M. Ali Rusdi Bedong, Ketua Yayasan Harisah Al Gifar menyampaikan, cara menghadapi hoax dan mengklarifikasi berita itu sendiri ada lima yaitu, sumber yang valid, adil atau netral, harus masuk akal dan tidak melebih-lebihkan.
“Kemudian berita harus sesuai dengan konteks, tidak semua kebenaran sekalipun itu kebenaran harus di share atau disampaikan kepada khalayak karena ada yang harus di pertimbangkan, apakah akan mendatangkan kebaikan atau keburukan bagi masyarakat,” pungkasnya. (*)
Reporter: Hamdan
Editor: Dian Muhtadiah Hamna