Hindari Utang dan Riba
Oleh : Hamka*
Dalam menjalani bisnis, perkara halal tentu menjadi syarat mutlak untuk menjadi sukses dan berkah. Namun dalam menjalani proses bisnis, kita sering diperhadapkan pada perkara subhat bahkan haram atau riba. Kita khawatir barang dagangan selama ini kita perjuangkan ada praktik tidak halal di dalamnya. Hal ini yang akan menghapuskan keberkahan bisnis kita.
Proses bisnis kita sering melakukan transaksi ekonomi mulai dari investasi, kredit permodalan, kartu kredit, pinjam meminjam atau proses jual beli yang melanggar ketentuan syariat. Dalam hal ini, penulis sedikit fokus mengulas tentang Utang & Riba. Karena ini bukan hanya persoalan keberkahan semata tapi menyangkut persoalan dosa besar.
Ada beberapa kesalahan fatal dalam berbisnis yaitu kebiasaan berutang. Penulis sering berdiskusi sesama pengusaha lalu mereka mengatakan, “Bisakah membangun dan mengembangkan usaha tanpa utang? Di zaman sekarang, mana ada pengusaha tanpa utang?”. Mohon maaf, inilah kesalahan fundamental berpikir sebelum memulai usaha. Padahal ide dan kemauan yang tinggi serta memaksimalkan potensi yang ada, maka Allah maha pemberi dan maha kaya.
Memang dalam Islam, utang dikenal ada dengan istilah Al-Qardh, yang berarti memotong sedangkan menurut syar’i bermakna memberikan harta dengan dasar kemanusiaan kepada siapa saja yang membutuhkan dan akan dimanfaatkan dengan benar, yang mana pada suatu saat akan dikembalikan kepada orang yang memberikannya.
Hukum utang piutang dalam Islam adalah boleh, tapi berutang hanya dalam keadaan terdesak atau darurat.
Dalam Islam, ada contoh utang piutang yang dilakukan oleh Rasulullah Shallalluhu ‘Alaihi Wasallam. Pada saat itu, beliau pernah berutang kepada seseorang Yahudi dan Beliau melunasi utangnya atas jaminan sebuah baju besi beliau. Seperti yang diriwayatkan dalam Hadist Al-Bukhari yang berbunyi:
“ Rasulullah Saw membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menjaminkan baju besinya.” (HR Al-Bukhari).
Dalam hadist di atas dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berutang, namun itu tidak diartikan bahwa beliau sangat gemar berutang. Karena Rasulullah sendiri sangat menghindari kegiatan berutang kecuali dalam keadaan mendesak atau terpaksa. Hal ini dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiallahu ‘Anhaa yang berbunyi:
“ Ya Allah..Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih, Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dari berutang.”
Berutang sendiri bukanlah perbuatan yang tercela dalam kondisi darurat, tapi Islam juga tidak membenarkan untuk gemar berutang. Utang piutang berbeda dengan kredit, karena dalam sistem kredit ada tambahan yang harus dibayar. Sedangkan dalam utang piutang tidak ada. Jumlah yang dikembalikan harus sama dengan jumlah yang dipinjam dan jika ada tambahan maka dinamakan riba dan hukumnya haram. (Kullu qardin jarra naf’an fa huwa riba’).
Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, tetapi secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Ketika bisnis kita mulai menampakkan hasil di rekening pengusaha itu mulai kelihatan arus kas positif, maka biasanya pihak..maaf saya sebut saja pihak aBank menawarkan bantuan tambahan modal untuk pengembangan usaha. Segala bujuk rayu agar sang pengusaha mau meminjam uang, dengan kata-kata sanjungan seperti : “Bisnis bapak bagus sekali perkembangannya, sudah saatnya buka cabang baru, atau kembangkan lebih besar. Urusan modal biar kami bantu pak.”
Walaupun awalnya merasa belum mau pinjam uang, lama-lama pengusaha itu luluh dan tertarik karena merasa dipercaya si aBank. Mulailah pengusaha itu mencoba-coba berutang walaupun tidak banyak. Akhirnya tanpa sadar ia telah tergantung pada utang, pada puncaknya hidup keluarga dan bisnisnya terjerat utang.
Untuk bisa menghentikan ketergantungan utang mari menyadari kesalahan dalam mengembangkan bisnis :
1. Dengan utang, artinya seseorang membayar suatu kepastian dengan ketiakpastian.
Bahwa utang adalah kepastian untuk dibayar, ketika kita pinjam di bank maka besaran cicilan dan waktu pembayaran sudah ditetapkan secara pasti, sementara darimana kita membayarnya? Apakah kita punya kepastian bahwa benar-benar bisa membayarnya? Padahal bisnis dan pendapatan kita tidak ada yang bisa menjamin usaha berjalan terus, atau badan kita sehat terus, belum lagi sekiranya ada cobaan, seperti saat ini kondisi pandemi covid-19.
2. Dengan utang, seorang pengusaha mengembangkan usaha di luar kapasitasnya.
Kita yakin bahwa pertama kali membuka usaha, anda tidak memakai pinjaman. Petugas bank datang menawarkan bantuan kepada anda ketika bisnis anda sudah mulai menghasilkan cash flow positif. Dengan tambahan modal dari bank, biasanya kapasitas bisnis seseorang langsung melonjak drastis yang awalnya 1 toko langsung ekspansi 2 toko atau 5 cabang. Yang semula 1 proyek langsung buka 5 proyek lainnya, awalnya 1 armada langsung jadi 10 armada dan seterusnya. Ibarat bayi baru bisa merangkak dipaksa berdiri, apa bisa? Jawabnya bisa kalau uang kas pinjaman masih ada ia merasa aman-aman saja, di rekening masih ada saldo, tunggu 6 bulan berikutnya ketika permasalahan mulai muncul bersamaan dengan menipisnya uang kas tanpa manajemen maka berakibat bangkrut..naudzubillah min zalik.
3. Dengan utang, seorang pengusaha optimis berlebihan.
Biasanya pengusaha sangat optimis setelah pinjaman uang cair akan ada uang ke depan untuk bayar cicilan, ia juga optimis akan memenuhi janjinya tepat waktu, padahal pada kenyataannya beda dengan realita. Optimis memang perlu dalam berbisnis, namun optimis berlebihan dalam utang akan mencelakakan.
4. Dengan utang, mengubah prilaku seseorang.
Prilaku orang yang berutang biasanya berubah, alasan mengajukan pinjaman uang mengembangkan bisnis, pada hal sebagian besar dipakai bayar utang sebelumnya, cicil mobil (kredit), renovasi rumah dan lain-lain. Yang sebelumnya keuangannya baik, hemat, setelah pinjaman cair, uang direkening berlipat ganda, mulailah prilaku berubah dulunya sederhana, hanif, tawadhu, berubah jadi boros tanpa kendali.
Berutang dengan uang RIBA, tidak membuat bisnis jadi sukses, apalagi berkah, tapi malah hidup kita tidak tenang, pekerjaan bertambah susah, sering dibohongi atau ditipu orang, keluarga selalu sakit. (Bersambung)
Wallahu a’lam
#Garbiforumleadership.
#PegiatMasyarakatTanpaRiba.
#DakwahSinarAgung.
*Penulis adalah Founder Sinar Agung, Distributor ATK