Oleh: Faridatus Sae, S. Sosio
(Aktivis Dakwah Kampus, Alumni S1 Universitas Airlangga)
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa Indonesia harus mereposisi diri menjadi pemimpin global industri halal dunia lantaran membaiknya indikator ekonomi syariah nasional. Yang mana, indikator ekonomi syariah Indonesia yang terus membaik dengan berhasil menjadi peringkat keempat di dunia. Negeri ini, sebagai rumah bagi umat Muslim dengan populasi sebesar 241,7 juta orang pada tahun 2022 atau 87 persen dari total penduduk, pengeluaran umat Muslim Indonesia untuk produk dan layanan halal diproyeksikan meningkat sebesar 14,96 persen pada tahun 2025 yaitu 281,6 miliar dolar AS, yang menjadikan Indonesia sebagai konsumen pasar halal terbesar di dunia atau 11,34 persen dari pengeluaran halal global. (antaranews.com, 9/5/2023)
Di laman yang sama, disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi syariah dan industri halal juga semakin kokoh ditopang oleh beberapa pendorong utama, yaitu besarnya populasi umat Muslim, meningkatnya kesadaran terhadap nilai-nilai etika Islam yang berkaitan dengan konsumsi produk halal dan thoyyib, serta semakin banyak strategi dan program nasional yang didedikasikan untuk pengembangan produk dan layanan halal. Bank Indonesia memperkirakan sektor prioritas Halal Value Chain (HVC) di dalam negeri, yaitu pertanian, makanan dan minuman halal, fesyen Muslim dan pariwisata ramah Muslim akan tumbuh sebesar 4,5-5,3 persen pada tahun 2023, yang diproyeksikan mampu menopang lebih dari 25 persen ekonomi nasional.
Indonesia menduduki posisi pertama dalam importir halal food and beverage yaitu sekitar US$169.7 miliar, dan Brazil posisi pertama eksportir sekitar US$5.2 miliar.
Dalam Halal Award 2019 yang diselenggarakan melalui ISEF merupakan salah satu upaya dalam mendorong pertumbuhan industri halal di Indonesia. Acara yang diprakarsai oleh LPPOM MUI ini diadakan untuk memberikan apresiasi kepada pelaku industri atas kontribusinya terhadap industri halal di Indonesia dalam hal pendidikan, informasi, advokasi, dan sertifikasi halal. Sedangkan, supplier produk fashion muslim terbesar adalah China dan supplir daging halal terbesar dari Australia. Begitu juga dengan wisata halal yang disediakan negara lain, seperti wisata halal ke Korea Selatan, Tokyo Jepang, dan Amsterdam. Maka, dalam halal industry pemilik modal adalah pemegang keuntungan terbanyak dan inilah yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis. Dimana, seluruh harta kekayaan diserahkan kepada mekanisme pasar bebas yaitu: bebas dalam kepemilikan, bebas dalam pemanfaatan kepemilikan, dan bebas dalam pengembangan kepemilikan.
Salah satu wilayah Indonesia sendiri mendapatkan penghargaan wisata halal Sumatera Barat. Sedangkan, di sisi lain jumlah penduduk miskin NTB masih tinggi sebanyak 746,66 (2021), 731.94 (2022), dan 751.23 (2023). Meskipun telah dicanangkan konsep pariwisata halal dengan melibatkan berbagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta aktivasi industri halal di sektor-sektor yang melibatkan selain pariwisata, tetapi perlu diperhatikan bahwa provinsi Nusa Tenggara Barat yang meraih peringkat pertama dalam IMTI mengalami kenaikan tingkat kemiskinan yang menimbulkan pertanyaan serius terkait dampak nyata dari upaya tersebut.
Faktanya, meskipun sektor pariwisata halal dapat memberikan peluang ekonomi dan peningkatan pendapatan melalui partisipasi UMKM serta aktivasi industri halal, namun hasil yang meningkat dalam sektor pariwisata tidak selalu secara langsung mencerminkan peningkatan kesejahteraan di seluruh lapisan masyarakat
Sehingga, menjadi leader halal industry secara global nyatanya tidak mampu menguatkan ekonomi negeri ini yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Halal industri ini masuk dalam sistem ekonomi liberal yang menjadi derivat sistem kapitalisme, sehingga hanya akan menguntungkan pemilik modal besar, karena ada kebebasan kepemilikan. Maka, sistem ekonomi kapitalis liberal yang berkaitan erat dengan kebijakan politik (sistem politik) tidak akan mampu membangkitkan ekonomi secara hakiki.
Maka, perekonomian akan bangkit dan kuat bahkan menjadi leader halal industry hanya dengan mengganti sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem ekonomi islam. Sistem ekonomi kapitalisme saat ini tidak akan mampu memberikan solusi kemiskinan dan memberikan kesejaheraan pada masyarakat sebagaimana kesempurnaan sistem Islam. Dalam kehidupan kapitalistik, kebebasan kepemilikan diagungkan sehingga yang kuat adalah pemilik modal atau oligarki. Oligarki inilah yang akan dapat menguasai sumber daya yang besar. Sementara itu tiap-tiap individu akan dibiarkan mengurusi kehidupannya sendiri, sedangkan negara hanya bertugas sebagai pengawas dan pengontrol. Maka, yang menjadi pertanyaan, untuk apa sistem kapitalisme ini terus kita pertahankan?
Untuk membangkitkan perekonomian dengan mewujudkan sistem ekonomi Islam memerlukan tegaknya tiga pilar ekonomi Islam. Pertama, dengan menerapkan konsep kepemilikan dalam Islam, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Kedua, tegasnya pembagian sumber daya dalam konsep kepemilikan tersebut, serta pengolahan dan pengembangannya diatur sesuai syariat Islam. Ketiga, penekanan pada distribusi merata, baik secara ekonomis maupun nonekonomis kepada rakyat.
Hanya saja, sistem ekonomi Islam ini hanya akan dapat diterapkan dalam naungan institusi negara yang menerapkan sistem kehidupan islam dan tidak akan dapat diterapkan jika sistem kehidupan masih dengan sistem kapitalisme liberalisme. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.