OPINI-Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan sidang sengketa Pemilihan Presiden (pilpres) 2024 selama 26 hari yang diajukan oleh pemohon Capres-Cawapres 01, Anies dan Muhaimin, serta pemohon Capres-Cawapres 03, Ganjar dan Mahfud.
MK dalam putusannya pada tanggal 22 April 2024, menolak seluruh permohonan yang diajukan Capres-Cawapres 01 dan Capres-Cawapres 03. MK menolak karna tidak menemukan cukup bukti menyakinkan atas tuduhan pelanggaran yang diajukan pihak pemohon kepada pihak Capres-Cawapres 02. MK menyatakan permohonan pemohon “tidak beralasan hukum seluruhnya” dan memutuskan Prabowo dan Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Tidak lama setelah putusan sidang sengketa pilpres berlalu, Nasdem memutuskan bergabung bersama koalisi Capres-Cawapres Indonesia Maju, meninggalkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di koalisi Perubahan. Gabungnya Nasdem menambah kekuatan koalisi Indonesia Maju dari 43,18 % menjadi 52,84%. Tetapi PKB akhir-akhir ini sepertinya mulai kepanasan dengan memberikan tanda akan bergabung juga mengikuti jejak kawan koalisinya, jika PKB benar bergabung maka 63,46% ada digenggaman pemerintahan Prabowo dan Gibran.
Ini cukup memperihatinkan, kurangnya oposisi akan menjadikan pemerintahan tidak seimbang. Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo berpendapat, bahwa pemerintahan tanpa oposisi memiliki kecenderungan untuk korup dan otoriter. Peneliti itu juga berharap agar partai lawan politik Prabowo-Gibran tetap berada di luar pemerintahan.
Tidak adanya partai politik (parpol) penyeimbang dari luar pemerintahan, akan menjadikan pemerintahan nantinya cenderung menjadi otoriter dan “Abuse of Power”, penyalahgunaan kekuasaan. Mereka hanya memikirkan kekuasaan dan kepentingan orang-orang dalam pemerintahannya.
Tanpa Oposisi
Oposisi sangat penting dalam menjaga kestabilan nasional dan mengawal keputusan-keputusan pemerintahan yang ngawur bagi masyarakatnya. Contohnya saja pada era presiden Jokowi periode pertama, melihat semua parpol ada dalam pemerintahan kecuali Gerakan Indonesia Raya (Gerinda) dan PKS yang tidak bergabung. Lebih parahnya pada periode keduanya, hanya PKS saja parpol yang menjadi oposisi.
Oposisi adalah pihak yang berseberangan, bertujuan untuk menentang, mengawal kebijakan, dan mengkritik pemerintah yang tidak sejalan lagi dengan visi-misi yang dimiliki oleh gabungan parpol pemerintahan tersebut, ketika yang dilakukannya meresahkan masyarakat.
Tidak adanya oposisi sangat-sangat menguntungkan pemerintahan yang berkuasa, kurangnya kritikan, kurangnya perlawanan, dan banyaknya dukungan membuat jalannya menjadi mulus. Seperti halnya parpol dengan kompak berusaha melemahkan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan merevisi UU KPK. Kurangnya oposisi di pemerintahan menjadikan revisi UU KPK diterima begitu saja tanpa penentangan yang berlebihan.
Nafsu parpol penguasa kian tidak terkontrol, menguasai hampir seluruh sumber-sumber kekayaan alam dan merusaknya, dengan mudahnya mengotak-atik undang-undang, hingga masyarakat yang katanya mereka “cintai” pun menjadi korbannya.
Lawan Jadi Kawan
Layaknya saling perang, perlawanan dan pertempuran terus dikuatkan, semakin dekat pencoblosan, semakin panas juga mesin tempurnya. Saling mencaci-maki, menyebar hoax, bahkan saling menjatuhkan. Semua dilakukan dengan suka rela tanpa paksaan, membuatnya merasa senang dengan melihat lawannya tidak bisa berkutik. Namun, bagaimanapun panasnya pertikaian yang terjadi, pada akhirnya akan bersatu juga. Tidak ada lawan atau kawan abadi, hanya ada kepentingan yang abadi.
Pemerintahan yang menang kini terus mengupayakan melobi dan menegosiasi dengan parpol lainnya untuk ikut bergabung dalam koalisinya, berbagai perjanjian politik terus didiskusikan.
Mungkin salah satunya orang yang setia menjadi oposisi di Indonesia adalah Rocky Gerung, dengan kata “dungu” yang sering ia keluarkan di berbagai acara yang ia hadiri. Ia tidak gentar, tidak kenal takut, bahkan presiden pun dilibasnya, dalam sebuah video yang tersebar ia mengatakan “begitu kehilangan kekuasaan dia jadi rakyat biasa, ambisi Jokowi pertahankan legacy. Masih ke Cina nawarin IKN. Dia pikirin nasibnya sendiri, dia nggak pikiran kita. Itu bajingan yang tolol. Kalau dia bajingan pintar, dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat, tapi bajingan tolol sekaligus pengecut. Bajingan tapi pengecut”, dilansir dari web news.republika.co.id.
Pernyataan tersebut membuat relawan pendukung Jokowi marah dan greget. Beberapa relawan melaporkannya ke Bareskrim Polri, namun laporan mereka ditolak.
Oposisi sangat menjaga alur politik demokrasi sebuah negara, dalam buku “Jalan Berliku Politik Presidensial” oleh Moch Nurhasim tahun 2020, beberapa fungsi oposisi antara lain:
1. Membangun Sistem Kontrol Masyarakat
Masyarakat menjadi oposisi, memastikan mempunyai peran dalam proses pemutusan kebijakan.
2. Mendorong Masyarakat Turut Andil Bagian
Memberikan ruang kritik, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif menjadi oposisi dalam mempengaruhi arah kebijakan pemerintahan.
3. Mencegah Monopoli Kekuasaan
Menjaga agar demokrasi tetap berjalan seimbang, dengan bersatunya oposisi, semua kekuatan politik pemerintahan dapat dicegah.
4. Mencegah Demokrasi Mayoritas Tirani
Memastikan pendapat dan kritikan dari berbagai kelompok diperhatikan, menghindari terjadinya dominasi keseluruhan oleh satu kelompok politik saja
5. Membentuk Pemerintahan Demokratis yang Terbuka
Membantu mencegah terjadinya pemerintahan bersifat anti-kritik, demokratis harus terbuka terhadap kritik dan memiliki posisi yang setara dengan yang lainnya.
6. Mengontrol Kebijakan Pemerintah
Mengawasi, mengawal dan memastikan kebijakan yang diputuskan sesuai dengan tujuan demokrasi dan kepentingan masyarakat banyak.
Menjadi oposisi tidaklah mudah, butuh mentalitas yang telah teruji, berbagai ancaman dan hambatan menghampiri hidup. Jabatan, nyawa, dan keluarga pun menjadi taruhannya. Hanya orang-orang terpilih yang mampu menjadi oposisi setia di Negeri Konoha sana.(*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.