Oleh : Ahmad Riecardy
(Mahasiswa IAIN Parepare)
ANGGAP saja diksi ini lahir dari cinta kasih yang begitu dalam dari anak desa terhadap warisan nenek moyangnya. Jakarta jauh dan tidak sebanding dengan kita dipinggiran kota. Dominan menopang ekonomi melalui kerja keras orang tua, sebagian kerja mandiri dan beruntung bila ada akomodasi akses yang lain.
“Masyarakat petaninya masih konsumtif, buruh dan karyawan swasta/negeri kuota terbatas. Tingkat populasi dan ketersediaan lapangan kerja kita harapkan mengalami peningkatan. Tidak hanya sektor Industri, melainkan sektor kreativitas dan teknologi”.
Anda dan saya di desa akses buku-buku dan wawasannya bermodalkan internet, pengen beli buku ongkirnya mahal, mending download bajakannya. Sebab pusat distributor ada di Ibu Kota dan Sekitarnya. Kami disunnahkan dari senior agar banyak belajar supaya mampu mengurangi kasus KDRT, Perceraian, sengketa agraria di level provinsi dan desa.
Maka detik ini, ada deretan anak muda bermimpi dibangunkan Istana Buku Referensi di Parepare, mengharapkan program yang mendorong pembubudayaan literasinya. Paling tidak kultur yang dibangun, melambangkan Sosok Eyang Habibie yang cerdas dan arif. Bukan bangunan megah yang tidak produktif.
Tetapi Jangan tersungkur dan tergiur dengan candaan politikus nasional dan saya, terserah mereka dan saya. Seperti Mulai dari IKN, Entah motif apa memindahkan IKN di Pulau Kalimantan. Sebab alasan bahwa Jakarta tidak lagi kondusif, terbilang begitu primitif, siapa lagi yang tidak tahu kondisi Ibu Kota Hari ini dalam konteks sosial masyarakat.
Jakarta simbol primordialistik, transaksional , atmosfir yang menentukan suhu diberbagai daerah. Kita terus belajar didaerah soal-soal historis, isu dan kasus yang hangat, hingga gesekan elit politik dan akademis yang terus dikampanyekan lewat platform media Nasional terkait situasi di Istana Negara.
Kawan-kawan disini, siapa lagi yang tidak mengidolakan Bung Rocky, Najwa Shihab, Fahri Hamzah. Apalagi kalau ternyata mereka itu senior seideologis atau sebendera perjuangan (Baca: Organisasi Eksternal Mahasiswa). Kitapun didaerah mengalami kurang lebih efeknya, tanpa sadar menjelmah menjadi figur-figur yang banyak mengkonsumsi indoktrinasi dari itu semua.
“Emangnya Ada apa di Indonesia Timur? Apa yang dijaga penguasa kita disini yang kemudian menjadi incaran negara eropa-timur.”
Fakta dibalik perdebatan tokoh-tokoh di media. Ringkasnya, dunia internasional sedang kelaraparan, seakan-akan pulau-pulau di Indonesia Bagian Timur khususnya Kalimantan, Papua dan Sulawesi adalah Gadis Perawan, yang berusaha disawer para oleh Oligark (Baca: Investor, Elit Sosialis).
Krisis pangan dan energi semacam sandi-sandi yang terus berusaha dipecahkan. Mengisyaratkan ditempat kelahiran kita, ada kawasan yang tersimpan harta karun “Bukan Harta Firaun”, namun sedang di Industrialisasi, komersialisasi lalu dihidangkan kepada kita semua “semua tanpa terkecuali”. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.