Oleh : Reshi Umi Hani
(Aktivis Dakwah)
Kebutuhan akan barang-barang konsumsi dikala ramadan dan menjelang lebaran tak ayal selalu megalami lonjakan permintaan. Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa impor barang-barang konsumsi tersebut selalu melonjak dan mengalami kenaikan baik secara bulanan maupun tahunan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A.W mengatakan, bahwa nilai impor barang konsumsi selain impor mesin dan alat mekanis seperti komoditas pangan juga mengalami peningkatan pesat. Impor beras dan daging merupakan bahan pangan yang selalu menjadi langganan impor tiap tahun nya, hal ini terus terulang dan tidak kunjung ada penyelesaiannya.
Mengingat akan terjadinya peningkatan kebutuhan tiap tahunnya seharusnya sudah bisa terprediksi dan terantisipasi agar terpenuhi semua kebutuhan. Akan tetapi faktanya permintaan yang kian tinggi justru tidak diimbangi dengan produksinya. Akhirnya, lagi-lagi impor menjadi jalan cepat dalam menyelamatkan kelangkaan pangan, padahal kebijakan impor kerap merugikan petani dan peternak lokal.
Apa yang salah dan bagaimana agar negeri ini dapat mewujudkan kedaulatan pangan?
Impor pangan kerap dilakukan mejelang lebaran demi memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya daging sapi dan beras. Ini karena beras adalah makanan pokok da daging sapi adalah makanan yang diburu saat hari raya lantaran dianggap makanan mewah yang harus dihadirkan pada hari yang Istimewa.
Akan tetapi produksi beras dan juga daging di Indonesia tiap tahunnya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat, dan selalu menjadikan impor sebagai langkah jitu mengatasi permasalahan ini. Negara Indonesia yang dikenal negeri agraris justru tidak bisa mewujudkan kemandirian pangan, dan menjadikan impor sebagai langkah kebijakan yang selalu diambil, padahal kebijakan tersebut kerap merugikan petani dan peternak.
Persoalan pangan di negeri ini memang begitu pelik sehingga dari hulu hingga hilir harus dibenahi agar bisa tidak bergantung pada impor.
Persoalan hulu (produksi), tengah (distribusi), dan hilir (kebutuhan masyarakat), semuanya harus diselesaikan dengan kebijakan yang fokus pada kepentingan rakyat. Sayangnya, kebijakan yang ada cenderung kapitalistik.
Pertama, kebijakan produksi dikatakan kapitalistik sebab kebijakannya yang cenderung memihak segelintir elite. Alih fungsi lahan yang telah sangat jelas menghambat ekstensifikasi produk pertanian, kebijakan kapitalistik pun terlihat dari makin dukuranginya subsidi pada benih, pakan, pupuk dan saprodi.
Kedua, buruknya rantai distribusi, walaupun permintaan tinggi, tetap saja harga jual di tingkat petani dan peternak sangat rendah. Karakteristik pasar yang cenderung dimonopoli oleh pedagang besar juga berdampak pada penentuan stok dan harga bahan pangan. Mirisnya pemerintah seperti makin memberi ruang bagi para spekulan dan pedagang besar untuk mengendalikan jumlah stok dan harga bahan pangan di pasaran.
Ketiga, ketergantungan terhadap impor memang jaminan atas langgengnya hegemoni negara makmur atas tanah air. Kebijakan kapitalistik ini terlihat dari makin kuatnya ketergantungan kepada negara-negara makmur dari segala sisi, mulai dari utang hingga pangan. Sedangkan ketergantungan pangan akan sangat berdampak terhadap kedaulatan bangsa. Ketergantungan pada impor sejatinya mengancam kedaulatan negara.
Pemerintahan yang bercorak kapitalistik telah mengahalangi terwujudnya negara mandiri. Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam yang mewajibkan negara berdaulat dan mandiri, termasuk masalah pangan. Kebijakan dalam sistem pemerintahan islam independent dan jauh dari intervensi bebagai pihak. Alhasil, kebijakan yang berbasis kemaslahatan umat begitu niscaya.
Islam mewajibkan negara mewujudkan kesejahteraan, termasuk memberikan subsidi pada rakyat yang membutuhkan termasuk petani dan peternak yang kurang modal atau tidak memiliki modal, agar mendorong terciptanya kedaulatan pagan dan swasembada pangan, tanpa harus bergantung pada kegiatan impor yang hanya mengikat negara untuk bergantung pada negara lain.
Semua itu bisa dilakukan karena negara yang bersistemkan Islam mampu mensupport rakyatnya karena memiliki sumber dana yang banyak dan beragam serta terjamin keamanannya. Oleh karenanya, demi mewujudkan kedaulatan pangan harus ada Upaya penerapan syariat islam yang akan menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Bukan hanya pada saat hari raya saja, melainkan setiap waktu, stabilitas harga akan terjain menimpah tanpa perlu impor.
Wallahualam bissawab