MAKASSAR, PIJARNEWS.COM–Membangun usaha tentu memiliki tantangan dan resiko bagi seseorang. Salah satu tantangan yang kerap dialami wirausahawan yaitu terkait dengan modal usaha, persaingan, pemasaran, manajemen waktu, perubahan pasar, dan manajemen keuangan.
Soal modal usaha misalnya, pengusaha maupun calon pengusaha akan mencari modal melalui pinjaman baik melalui perbankan hingga koperasi.
Kartika Gunawan misalnya yang merupakan salah satu pengusaha kerajinan aksesoris asal Makassar, Sulsel, yang telah dirintisnya sejak tahun 2004 lalu.
Meski telah lama menekuni usahanya, Kartika mengaku belum bisa mengembangkan usahanya dari segi fasilitas produksi hinggah pelebaran sayap usahanya.
Usaha kerajinan yang berusia 18 tahun itu belum memiliki rumah produksi yang layak, sehari-hari ia hanya mengandalkan ruang tamu-nya yang sempit dan dipenuhi dengan barang-barang produksi.
Selain itu juga dari segi produksi pun tidak memiliki packaging (kemasan), padahal produk kerajinan yang dibuatnya itu sudah diminati oleh beberapa kalangan.
“Saya jujur dari produk saya, saya masih mengakui kurang di kemasan, karena kalau kemasan itu ada beberapa teman masih keluar pesan di bandung, dan saya biasa beli di dia” ungkap Kartika.
Dari segi pemasaran pun belum dikelola profesional. Pasalnya ia hanya mengandalkan orderan serta pameran-pameran yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Tidak hanya itu, pemberdayaan karyawan belum dilakukan karena belum mendapatkan orang yeng memiliki keterampilan yang sama dengan dirinya.
Adapun kapasitas produksinya cenderung kecil dan belum bisa dilakukan secara besar-besaran. Hal itu disebabkan bahan yang dikumpulkan sangat sedikit, disamping itu juga karena belum memiliki jejaring yang kuat untuk mengumpulkan bahan dasarnya.
Kartika mengungkapkan kesulitan mendapatkan kain perca sutra. Namun adapun kain perca sutra yang dikumpulkan itu hanya mengandalkan pemberian teman atau pun kerabat, sehingga katanya mempengaruhi kapasitas produksi.
“Saya tidak tahu sutra dari mana-mana, tapi itu dari teman dan keluarga yang pasti itu sutra kan khas Makassar, jadi produk saya tidak bisa banyak karena saya biasa dapat perca untuk satu kalung ji, jadi biasa satu kalung ji,” tuturnya.
Sementara itu, ia juga mengaku ingin mengembangkan kapasitas produksi usahanya khusunya pada kemasan produk, akan tetapi kata dia, terkendala pada modal, sehingga saat ini masih mengandalkan modal seadanya saja.
“Modal saya pas Pasan, jadi saya tidak berani pesan langsung 100 (Kemasan) , jadi kadang saya bisa beli dari teman untuk kemasan,” ujarnya.
Saat ditanya terkait bantuan perbankan, ia berharap bisa mendapatkan bantuan Kredit Usaha Rakyat (Kur) dan bisa menjadi binaan BRI Sulsel.
“Jadi harapan saya muda-mudahan saya bisa dibantu misalnya dengan orang bilang KUR yah,” imbuhnya.
Bahkan produk tersebut terkenal dikalangan pejabat Pemkot Makassar. Khusus kalung sutra pemkot sering menjadikanyan sebagai cendramata tamu luar daerah maupun manca negara, seperti Jepang, Singapura dan Belanda.
Selain itu juga sering dijadikan sebagai oleh-oleh pada kunjungan luar negeri.
“Iya , tapi bukan ekspor nah, selalu dipake untuk cendramata ji kayak ke Jepang, Belanda, Singapura,” ungkapnya.
Usaha tersebut dilatar belakangi kesukaanya sejak kecil mengenakan aksesori sehari-hari hinggah sampai saat ini. Dari kesukaan itu dirinya mulai membuat aksesoris dan belajar mengembangkan keterampilannya itu.
Oleh karena itu pada tahun 2004, ia kemudian membuat usaha kecil-kecilan dengan mengandalkan modal seadanya dan mulai memproduksi aksesoris berupa bros.
“Karena saya itu penyuka aksesoris, yah jadi awalnya dari situ, dari kecillah saya suka namanya aksesoris akhirnya saya selalu pake aksesoris, awalnya saya bikin bros, sampai waktu itu ada orang kasi kain perca, kan harus berkembang makanya saya bikin kalung,” imbuhnya.
Seiring berjalanya waktu tepat pada tahun 2018 hinggah 2019 sebelum covid, ia mulai mengembangkan usahanya dengan memproduksi kalung sutra dari bahan dasar kain perca dan manik-manik.
Sempat mandek saat covid, sehingga dirinya beralih membuat kalung masker yang menjadi kebutuhan masyarakat kala itu. Setelah covid berakhir ia akhirnya kembali memproduksi kalung sutra dan masif dilakukan sampai hari ini.
Adapun keunikan dari prodak kerajinan yang diolah bertahun-tahun itu memiliki perbedaan dari segi bahan dan pembuatanya yakni manik-manik dari kain sutra.
“Kalau di Jawa itu manik-maniknya dari kayu, kalau di Kalimantan dari batu, nah Kalau yang saya buat itu manik-manik dibungkus dengan kain dan itu orang tidak tau. Karena saya ikat kencang sampai menyerupai manik-manik biasa dibungkus kain. Itu yang jadi ciri khas dari usaha saya,” terangnya.
Alhasil, dari usahanya itu ia mulai dikenal oleh beberapa pejabat tinggi di Kota Makassar. Bahkan bisa meraup keuntungan dari keterampilannya itu.
Reporter : Sucipto Al-Muhaimin