PAREPARE, PIJARNEWS.COM –Bagi kalangan akademisi (dosen dan mahasiswa), peneliti mau pun praktisi jurnalistik berhadapan dengan tulisan melalui untaian kata-kata merupakan kegiatan rutinitas kesehariannya.
Untuk itu, mereka dianggap memiliki kemampuan dan penguasaan dalam penulisan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar yang merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diserap dari aturan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang sekarang diganti ke Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) edisi V.
Beda halnya dengan masyarakat awam, yang tidak pernah dan bahkan asing terhadap penggunaan kata dan kalimat baku sesuai aturan yang berlaku di EYD tadi. Sehingga, sebagian dari kita yang mengerti dan paham Bahasa Indonesia yang baik dan benar sering menjumpai penggunaan kata yang keliru, namun tetap digunakan.
Dosen Bahasa Indonesia Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare Suhartina, mengungkapkan beberapa kata yang keliru tapi tetap digunakan baik di kalangan akademisi mau pun masyarakat awam di antaranya, kata (Sivitas Akademika), (Tridharma), (In Syaa Allah atau insya Allah), (Aamiin) dan seterusnya.
Menurut Suhartina hal itu lantaran keseringan seseorang menjumpai kata yang sama itu juga digunakan di banyak tulisan bahkan di kalangan akademisi dan nonakademisi.
Dia mencontohkan, kata (Sivitas Akademika), meskipun sudah jelas tertera di KBBI bahwa kata yang benar adalah civitas academica, banyak orang berdalih bahwa kata sivitas akademika juga benar.
Hal tersebut, kata dia, didasarkan oleh seringnya kaum akademisi menggunakan istilah tersebut, baik dalam suasana akademik, maupun nonakademik. Selain itu, mereka berdalih bahwa istilah sivitas akademika juga telah digunakan di UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Kota Parepare itu menjelaskan istilah sivitas bahkan tidak memiliki makna dalam bahasa Indonesia, begitu pun dengan kata akademika.
“Bagaimana dengan istilah civitas akademik? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata akademik bermakna akademis (1 berhubungan dengan akademi, 2 bersifat ilmiah; bersifat ilmu pengetahuan; bersifat teori, tanpa arti praktis yang langsung),” urainya kepada Pijarnews.com, Rabu (17/4/2024).
Sementara, lanjutnya, kata civitas berasal dari bahasa latin yang artinya kewarganegaraan. Penggabungan kata civitas dengan kata akademik dalam kebahasaan disebut campur kode (kesalahan berbahasa).
“Bukankah kata civitas sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia? Tidak. Kata yang diserap adalah gabungan kata civitas academica. Gabungan kata civitas academica dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya kelompok (warga) masyarakat akademik yang terdiri atas dosen dan mahasiswa dengan perwakilannya yang terbentuk melalui senat masing-masing. Kata tersebut, dalam lema KBBI dinyatakan sebagai ukp.lt. Gabungan kata tersebut diserap secara utuh dari bahasa asing tanpa perubahan ejaan dan lafal. Dalam Ejaan Bahasa Indonesia (pengganti PUEBI) dijelaskan bahwa serapan berdasarkan integrasinya dibedakan menjadi dua bagian,” bebernya.
Dia menambahkan, bagian pertama adalah unsur bahasa sumber yang tidak yang tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti ad hoc, de facto, de jure. Hal yang sama juga pada kata civitas academica. Kata tersebut, digunakan dalam konteks bahasa Indonesia (penulisan dan pengucapannya masih sesuai dengan aslinya/bahasa asal). Bagian kedua adalah kelompok kata yang penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, seperti kata amin, akulturasi, sekadar, takwa, dan sejenisnya.
Contoh lain, lanjutnya, tridarma, yang selalu ditulis tridharma, insyaallah yang selalu ditulis insya Allah, amin yang selalu ditulis aamiin, silakan yang selalu ditulis silahkan.
Suhartina pun memberikan tips untuk bisa terbiasa dan menghindari penggunaan kata yang salah tersebut. “Tipsnya, banyak membaca, harus terbuka menerima informasi/pengetahuan baru, dan bisa pakai aplikasi sipebi untuk mengoreksi kesalahan penulisan minor,” jelasnya. (adv/why)