Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd
(Alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin)
Indonesia masih menempati posisi teratas sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di ASEAN pada 2025. Berdasarkan laporan Trading Economics yang dirilis Kamis, 14 Agustus 2025, tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 4,76 persen pada periode Maret 2025.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan tingkat pengangguran di Indonesia pada 2025 akan mencapai 5 persen. Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, IMF mencatat tren pengangguran di Indonesia cenderung meningkat, yaitu 4,9 persen pada 2024, 5,0 persen di 2025, dan diproyeksikan 5,1 persen pada 2026.

Banyaknya pengangguran ini tak hanya menekan daya beli masyarakat, tapi juga membawa dampak sosial dan politik yang luas. Ketika kesempatan kerja semakin terbatas, ketidakstabilan di negara bisa saja terpicu. Buktinya demonstrasi besar-besaran beberapa waktu lalu berujung ricuh dan penjarahan banyak didominasi oleh orang tak bekerja alias pengangguran.
Tingginya angka pengangguran disebabkan konsentrasi kekayaan hanya pada para kapital. Artinya sistem ekonomi kapitalis membuat tata kelola alam dan distribusi kekayaan tidak mengalir pada semua orang. Data Celios, kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia.
Upaya pemerintah dengan mengadakan job fair tidak mampu menjadi solusi karena dunia industri mengalami badai PHK. Memang masalah pengangguran ini multifaktor. Tapi yang paling dominan adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di sejumlah perusahaan, khususnya di sektor pertambangan.
Job fair dengan mengandalkan pelatihan bukanlah solusi. Keterbatasan orang yang ikut dan realisasi tenaga yang dipekerjakan masih sedikit dibanding jumlah penganggur. Selain itu dilatih hanya sebagai tenaga mekanik, satpam, dll yang statusnya sebagai buruh kasar bukan leader atau pemimpin.
Seharusnya negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja bukan bekerja sama dengan pihak ketiga yang serapan kerjanya terbatas dan bersyarat sesuai standar perusahaan. Negara harus menyiapkan SDM yang berkualitas dari bidang pendidikan sehingga output yang terlahir mereka yang produktif, ilmuan dan berkepribadian.
Namun sayang negara dalam sistem kapitalisme saat ini membuat SDM yang terlahir dari dunia pendidikan hanya bermental pekerja atau buruh. Buktinya kurikulum yang diajarkan selaras dengan kebutuhan dunia kerja sehingga tidak sedikit yang berjiwa materialis kering spritualis.
Selain itu, negara pun andil dalam menciptakan pengangguran karena banyaknya serapan tenaga asing yang masuk. Pemerintah seakan tidak percaya dengan kualitas anak negeri. Akhirnya tidak sedikit anak negeri yang bekerja di luar. Satu sisi pemerintah memberi solusi pengangguran namun di sisi lain menciptakan pengangguran.
Pemerintah terkesan hanya sebagai regulator dan jembatan perusahaan sehingga tidak bisa membendung pekerja dari luar yang akhirnya pekerja lokal kalah bersaing. Demikianlah gambaran pengangguran dan PHK menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengurus rakyat. Pengangguran dan PHK terus meningkat niscaya dalam sistem saat ini.
Berbeda dalam sistem Islam, penguasa dalam Islam berperan sebagai raa’in yaitu mengurusi rakyatnya agar mendapatkan pekerjaan. Negara memfasilitasi rakyat agar memiliki pekerjaan, yaitu dengan pendidikan, bantuan modal, industrialisasi, pemberian tanah, dll.
Penerapan sistem ekonomi Islam menjadikan kekayaan dunia terdistribusi secara adil, tidak terkonsentrasi pada segelintir pihak. Misalnya dalam sistem ekonomi terkait kepemilikan akan diatur sehingga tambang merupakan harta milik umat akan dikelola oleh negara untuk kebutuhan masyarakat.
Negara juga bisa memberikan tanah mati untuk digarap rakyat sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw. Dalam hadis riwayat Bukhari, Nabi memberikan tanah yang tidak tergarap kepada mereka yang mau mengelolanya.
Pendidikan dalam Islam akan menyiapkan pelajar berkualitas, bersyaksiyah islamiyah dan bisa menciptakan pekerjaan sendiri sesuai keahliannya. Demikianlah Islam mampu wujudkan kesejahteraan dan solusi tepat pengangguran. Wallahu’alam. (*)















