Ketiga, pembentukan Desa Tanggap Covid-19. Berdasarkan SE tersebut dibangun Protokol Desa Tanggap Covid-19 dengan membentuk Relawan Desa Lawan Covid-19 yang dipimpin langsung oleh Kepala Desa beserta perangkat desa lainnya. Relawan Desa Lawan Covid-19 memiliki tugas untuk lakukan pencegahan dengan cara edukasi melalui sosialisasi kepada seluruh warga masyarakat agar ada kesamaan pemahaman di desa terkait soal Covid-19 dan bagaimana cara pencegahannya.
Keempat, meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit, kegiatan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) untuk tujuan jaring pengaman sosial (social safety net) tidak dapat dihilangkan begitu saja. Penjelasan Pasal 1 ayat (2) huruf i Perppu 1/2020 menyatakan bahwa “pengutamaan penggunaan dana desa dapat digunakan untuk bantuan langsung tunai kepada penduduk miskin di desa dan kegiatan penanganan pandemi Covid-19.” Yang kemudian ditindak lanjuti Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan mengeluarkan Permendes dan PDTT Nomor 6 Tahun 2020 Tentang perubahan permendes dan PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang prioritas penggunaan dana desa, yang salah satunya mengatur tentang Bantuan Langsung Tunai ( BLT) dari dana desa untuk masyarakat miskin yang terdampak pandemi covid 19, baik secara aspek ekonomi, sosial juga kesehatan.
Bagi Pemerintah Desa mengalokasikan dana desa untuk BLT tentu ini akan menjadi tugas yang tidak mudah, tentu memerlukan konsentrasi dan fokus lebih dalam melaksanakan tanggung jawab ini, pendataan kepala keluarga masyarakat jelas memerlukan kejelian karena dituntut harus sesuai kriteria layak dapat BLT, harus tepat sasaran dan meminimalisir terjadinya kesalahan tumpang tindihnya data dengan data yang sudah tercover di bantuan lainnya, untuk itu wajib terlibat semua stack holder yg ada didesa seperti Badan Permusyawaratan Desa, pendamping desa, pendamping PKH, TKSK, karang taruna, operator SIKS NG Desa , RT RW, dan kader-kader di desa secara bersama-sama berkontribusi guna memaksimalkan pendataan masyarakat penerima BLT dana desa agar sesuai kualifikasi dan persyaratan yang di atur dalam Surat Edaran Menteri Desa dan PDTT Nomor 9/PRI.OO/IV/2020 Tentang Petunjuk Teknis Pendataan Keluarga Calon Penerima BLT Dana Desa.
Pemberian BLT dana desa akan disalurkan 3 bulan terhitung April sampai Juni 2020, artinya selain ketelitian dalam pendataan, semua harus menggunakan waktu dengan efektif, butuh kesiapan serius dari desa dan pemerintah daerah. Khususnya terkait sinkronisasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial yang selalu tumpang tindih dengan Data Kemiskinan yang di tetapkan oleh Kepala Desa yang merupakan hasil Musyawarah Desa. Padahal seharusnya DTKS ini harus ada sinkronisasi dengan Data Kemiskinan yang ada di Desa, terkadang aspek kepentingan politik mempengaruhi validasi DTKS ini, biasanya nama-nama yang sudah di coret atau di gugurkan melalui proses validasi dan penetapan di musyawaah desa, kemudian muncul kembali di tingkat pusat.
Selama ini saja data penerima bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) masih banyak yang tumpang tindih dengan Data Kemiskinan di Desa, apalagi dengan persyaratan BLT Dana Desa yang non PKH dan BPNT serta bukan penerima kartu pra kerja. Sehingga proses pendataan calon penerima BLT Dana Desa ini nantinya diharapkan juga memperbaiki adanya tumpang tindih antara DTKS dengan Data Kemiskinan yang ditetapkan Pemerintah Desa.
Penulis menyadari, ada pro dan kontra dalam menyikapi kebijakan BLT Dana Desa ini, mungkin ada desa dengan berbagai pertimbangan belum merasa perlu untuk mengalokasikan BLT di desanya, mengingat dampak Covid-19 ini belum terlalu mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat desa, tentu itu semua kembali pada pemangku kebijakan desa, karena ada hak wewenang desa.
Penulis sendiri berpendapat, pemberian BLT ini dapat menimbulkan perilaku malas atau membuat masyarakat miskin menjadi “pengemis”. Sehingga penulis lebih cenderung dengan pelaksanaan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) menjadi solusi yang rasional dengan membiasakan masyarakat miskin untuk tetap bekerja dan diberi imbalan secara harian untuk memenuhi kebutuhannya. Pemberian BLT Dana Desa ini selalu menimbulkan gejolak di masyarakat, kecemburuan sosial dan konflik kepentingan selalu menjadi buah bibir masyarkat yang pada akhirnya Pemerintah Desa yang akan menjadi pihak yang di kambing hitamkan.
Meskipun demikian penulis menyadari bahwa pemerintah desa harus tunduk dan pada Pemerintah Pusat yang telah mengeluarkan kebijakan dengan Permendes PDTT No 6 tahun 2020 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2020 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa, di mana dalam ketentuan sanksi pada PMK tersebut menyatakan “dalam hal pemerintah desa tidak menganggarkan dan tidak melaksanakan kegiatan BLT Dana Desa pada tahun 2020, dikenakan sanksi berupa penghentian penyaluran Dana Desa Tahap III Tahun Anggaran berjalan” tentu semuanya itu adalah upaya dan ikhtiar pemerintah dalam menangani bencana yang terjadi di tengah masyarakatnya yang harus kita laksanakan sebaik baiknya.
Oleh karena itu, meskipun dalam kondisi darurat, sejak awal proses penggunaan uang negara harus diselenggarakan secara transparan dan akuntabel. Pada akhirnya, pengelolaan keuangan desa haruslah diawasi pelaksanaannya dan diperiksa pertanggungjawabannya. Pemerintah kabupaten/kota, melalui organisasi perangkat daerah bernama Inspektorat Daerah harus ikut mengawasi pengelolaan dana desa khususnya penyaluran BLT Dana Desa ini. Semoga wabah Pandemi global covid-19 segera berlalu dan semoga tuhan senantiasa memberi jalan benar dan kemudahan pada kita semuanya. (#)
*Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara IAIN Parepare dan Mantan Pendamping Profesional Desa 2015-2018.