Dalam proses penyidikan kasus cyber crime, alat bukti elektronik memiliki peran penting dalam pengungkapan kasus. Alat bukti dalam kasus cyber crime berbeda dengan alat bukti kejahatan lainnya dimana sasaran atau media cyber crime merupakan data-data atau sistem komputer/internet yang sifatnya mudah di ubah, dihapus, atau di sembunyikan oleh pelaku kejahatan.
Sehingga hal tersebut mengakibatkan kurangnya alat bukti yang sah jika berkas perkara tersebut dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan sehingga terdakwa berpotensi akan di nyatakan bebas.
Pembuktian dalam UU ITE di atur dalam pasal 5 dan pasal 6 mengenai pembuktian elektronik yang menerangkan bahwa informasi elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam UU ITE.
Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan KUHAP. Maka dari itu di butuhkan keterangan ahli Informasi dan Teknologi untuk menjelaskan keabsahan alat bukti elektronik yang berkaitan dengan kejahatan cyber crime. Jadi idealnya dalam kasus cyber crime Terdakwa atau Kuasa Hukum dan Penuntut Umum masing-masing mengajukan saksi ahli untuk memperkuat dakwaan dan pembelaannya. Dengan begitu upaya penegakan hukum dalam kejahatan cyber crime dapat berjalan fair tanpa harus ada pihak yang merasa di rugikan.
Selain keterangan ahli ITE, dalam kasus hacking dan pembobolan kartu kredit warga negara asing yang dilakukan sekolompok pemuda kab. Soppeng, penyidik seharusnya menghadirkan Pejabat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menganalisis traksaksi keuangan yang masuk dalam rekening para pelaku.
Hal tersebut penting untuk mengungkap secara jelas proses masuknya uang dari luar negeri kemudian masuk ke rekening para pelaku. Apakah dalam bentuk dollar, kripto, bitcoin atau alat pembayaran lainnya. Dengan begitu selain dapat dijerat dengan UU ITE, para pelaku juga dapat di jerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehingga segala aset yang merupakan hasil kejahatan dapat di sita oleh negara.
Tentu dalam proses peradilan nantinya akan ada mekanisme pembuktian terbalik untuk membuktikan aset yang di miliki adalah hasil kejahatan atau bukan.
Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana hacking dapat menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application) yang melibatkan berbagai sub sistem stuktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatam. Termasuk didalamnya tentu saja Organisasi Advokat.