Oleh : Arlianah, S.E. (Pemerhati Isu Lingkungan dan Sosial)
Kalimantan Timur tengah menjadi pusat perhatian dengan hadirnya proyek besar pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang berlokasi di wilayah Penajam Paser Utara dan Balikpapan. Proyek ini membawa harapan besar bagi kemajuan bangsa, pembangunan infrastruktur modern, serta penciptaan pusat pemerintahan yang lebih efektif. Namun, di balik megahnya pembangunan dan visi besar ini, muncul fakta sosial yang tak kalah memprihatinkan, yaitu semakin maraknya penyalahgunaan dan peredaran narkoba di kawasan sekitar IKN.
Kepolisian Resor Penajam Paser Utara, misalnya, telah mengambil langkah nyata dengan membentuk “Kampung Tangguh Narkoba” di Kecamatan Sepaku yang menjadi bagian dari wilayah IKN. Program ini bertujuan menjadi benteng awal untuk mencegah masuk dan beredarnya narkoba yang bisa merusak tatanan masyarakat. Edukasi tidak hanya digencarkan di lingkungan sekolah, tetapi juga menyasar kalangan pekerja di IKN dan warga desa sekitar. Upaya ini tentu sangat penting sebagai langkah awal pemberantasan narkoba.
Fakta lapangan menunjukkan sepanjang tahun 2025, sebanyak 46 perkara penyalahgunaan dan peredaran narkoba telah terungkap di wilayah tersebut, dengan berbagai kasus yang menimpa beragam pelaku. Dari pekerja, ibu rumah tangga, hingga remaja, semuanya menjadi korban maupun pelaku dalam lingkaran narkoba ini. Alasan di balik penyalahgunaan dan peredaran narkoba pun beragam, mulai dari tekanan hidup, kebutuhan ekonomi, hingga sekadar coba-coba. Situasi ini tentu menjadi alarm keras bahwa dampak sosial dari pembangunan IKN bukan hanya soal kemajuan fisik, tetapi juga tantangan moral dan sosial yang harus segera diatasi.

Sebelumnya, kawasan IKN sudah sempat dihebohkan dengan maraknya prostitusi, yang menjadi salah satu dampak negatif dari proyek besar tersebut. Kini, narkoba menjadi ancaman sosial baru yang menambah kompleksitas masalah. Pertanyaannya, apakah upaya pembentukan Kampung Tangguh Narkoba mampu menjadi solusi efektif dalam mengatasi masalah yang kian merajalela ini?
Jika kita telaah lebih dalam, pencegahan yang dilakukan saat ini memang penting, tetapi cenderung hanya mengatasi gejala permukaan, tanpa menyentuh akar masalah. Sistem sosial dan ekonomi yang ada—yang sarat dengan nilai-nilai kapitalisme dan sekuler liberalisme—justru menjadi biang kerok utama yang memperparah kondisi sosial tersebut. Sistem ini menumbuhkan atmosfer hidup yang bebas tanpa batas, mengedepankan kebebasan individual, dan mengabaikan nilai-nilai spiritual yang menjadi fondasi moral masyarakat.
Paparan budaya Barat yang begitu masif dan cepat masuk ke wilayah Indonesia, termasuk IKN, secara tidak langsung menggeser cita-cita bangsa untuk menciptakan generasi yang sehat dan bebas dari narkoba. Pola hidup hedonis dan konsumtif yang dipromosikan di berbagai media, mulai dari televisi hingga media sosial, semakin mempengaruhi perilaku generasi muda dan masyarakat luas. Akibatnya, narkoba menjadi salah satu jalan keluar sementara dari tekanan hidup, kesepian, dan masalah sosial yang tidak tertangani dengan baik.
Ironisnya, rehabilitasi dan sistem hukum yang ada pun belum menunjukkan efek yang cukup jera. Para bandar narkoba yang tertangkap seringkali tidak kapok, bahkan justru semakin lihai menjalankan bisnis haramnya dari balik jeruji besi. Hal ini memperlihatkan lemahnya penegakan hukum dan adanya celah dalam sistem peradilan yang ada. Ditambah lagi, karakter masyarakat yang semakin individualis, ditambah dengan kurangnya ketakwaan dari sebagian pemangku kebijakan, semakin membuka peluang bagi peredaran narkoba untuk terus tumbuh subur.
Berhadapan dengan realitas yang kompleks ini, solusi harus bersifat menyeluruh dan berakar kuat. Di sinilah pandangan Islam menawarkan sebuah jalan keluar yang komprehensif, tidak hanya sebagai solusi spiritual, tapi juga sebagai sistem sosial, ekonomi, dan hukum yang efektif dalam mencegah dan menangani masalah narkoba.
Dalam Islam, sebuah negara dibangun atas tiga pilar utama yang saling menguatkan, yakni ketakwaan individu, kontrol sosial masyarakat, dan aturan negara yang berdasarkan syariat Allah. Ketiga pilar ini bekerja secara harmonis untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang bersih dari pengaruh negatif seperti narkoba.
Ketakwaan individu menjadi fondasi utama. Ketika setiap individu berusaha menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, maka kesadaran akan bahayanya narkoba dan kemaksiatan lainnya akan tertanam kuat dalam diri. Kontrol sosial yang dibangun oleh masyarakat berlandaskan nilai-nilai Islam mendorong terciptanya lingkungan yang saling mengawasi dan menegur jika ada yang menyimpang, sehingga narkoba tidak punya ruang berkembang.
Aturan negara Islam yang meliputi sistem hukum yang tegas, seperti sanksi jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus atau penghapus dosa), memberikan efek jera yang kuat bagi pelaku narkoba.
Hukuman-hukuman ini dirancang tidak hanya untuk memberi efek jera, tapi juga sebagai wujud keadilan yang menjamin kemaslahatan masyarakat luas. Selain itu, sistem ekonomi Islam yang berkeadilan dan menyejahterakan akan menghilangkan tekanan ekonomi yang sering menjadi salah satu penyebab orang terjerumus ke dunia narkoba.
Pendidikan Islam yang membentuk syakhsiyah Islamiyyah atau kepribadian Islami menjadi kunci pembentukan karakter generasi yang kuat secara moral dan spiritual. Dengan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kejujuran, kesabaran, dan tanggung jawab, masyarakat akan terbentuk sebagai individu-individu yang mampu menolak godaan narkoba dan gaya hidup merusak lainnya.
Peran tokoh masyarakat, ulama, dan pemimpin setempat sangat penting dalam membumikan nilai-nilai Islam ini. Mereka harus berani bersuara dan memberikan panduan kepada masyarakat tentang pentingnya berpegang teguh pada ajaran agama sebagai benteng utama dari segala bentuk kerusakan. Seperti firman Allah dalam Al-Quran yang mengingatkan:
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka mereka itu masuk surga dan tidak dianiaya sedikit pun.” (QS. An-Nisa: 124)
Pembangunan IKN adalah proyek besar dan penuh harapan bagi bangsa ini. Namun, jika moral dan spiritual masyarakat diabaikan, maka berbagai masalah sosial seperti narkoba dan prostitusi akan menjadi bayang-bayang yang terus mengintai kemajuan yang diharapkan. Oleh karena itu, kita harus mengambil pelajaran dari realita ini bahwa upaya pemberantasan narkoba harus menyentuh akar permasalahan melalui penguatan nilai-nilai agama dan moral, bukan sekadar penegakan hukum yang bersifat represif.
Sejatinya, maraknya kasus narkoba, prostitusi, dan berbagai bentuk penyimpangan sosial lainnya adalah akibat langsung dari diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini memberikan ruang luas bagi siapa pun untuk bertindak demi memenuhi ambisinya, tanpa memedulikan halal dan haram. Tidak ada lagi standar benar dan salah yang jelas dalam masyarakat. Selama suatu perbuatan dianggap menghasilkan uang atau mendatangkan keuntungan, maka ia diperbolehkan—bahkan sering kali diberi ruang untuk berkembang lebih luas.
Inilah akar dari kerusakan yang terjadi. Ketika aturan hidup hanya berpijak pada kepentingan materi dan kebebasan mutlak, maka masyarakat dibiarkan terjerumus dalam berbagai bentuk kebathilan tanpa kendali. Dan tentu, bagi siapa pun yang masih memiliki hati nurani dan menginginkan kebaikan serta keselamatan bagi generasi mendatang, keadaan ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut.
Kita membutuhkan sebuah sistem kehidupan yang mampu menjaga masyarakat dengan sungguh-sungguh, sistem yang tidak hanya membatasi kerusakan, tapi juga membina manusia agar hidup dalam kebaikan dan ketakwaan. Sistem itu bukan buatan manusia yang terbatas dan sarat kepentingan, melainkan sistem yang berasal dari Allah, Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan. Tiada lain, sistem itu adalah sistem Islam, yang dengan aturan-Nya mampu menjadi penjaga sejati bagi umat dan solusi hakiki bagi seluruh persoalan kehidupan. (*)















