MAKASSAR, PIJARNEWS.COM-– Teater Talas Universitas Muhammadiyah Makassar kembali menorehkan karya inovatif yang memadukan dakwah, seni, dan budaya lokal melalui pementasan monolog bertajuk “Integrasi Nilai-Nilai Al-Islam Kemuhammadiyahan dengan Budaya Lokal Makassar.”
Karya ini bukan sekadar tontonan, melainkan hasil riset seni yang berakar kuat pada nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan.
Pertunjukan berdurasi singkat ini dikembangkan dari penelitian kreatif selama magang budaya calon anggota baru talas yang didampingi/dibimbing oleh fasilitator termasuk kurator Muhammad Thahir M., dosen sekaligus pembina Teater Talas. Tujuannya adalah menunjukkan bahwa seni teater dapat menjadi media dakwah kultural yang efektif—menyampaikan pesan moral, sosial, dan spiritual melalui estetika pertunjukan yang komunikatif dan berakar pada identitas ke-Makassaran.
“Kami ingin menegaskan bahwa dakwah tidak harus kaku. Teater memberi ruang bagi nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan untuk bernafas di tengah budaya lokal. Di sana, seni menjadi cara yang indah untuk menyampaikan pesan kebenaran,” ujar Ahmad Muhadir Nego selaku mentor dan juga Sutradara, saat ditemui usai pementasan.
Menjembatani Agama dan Budaya di Panggung Teater

Karya monolog Teater Talas menggambarkan upaya kreatif dalam menghubungkan dua sistem nilai yang sering dianggap terpisah: ajaran Islam dan budaya Makassar. Dalam naskahnya, nilai-nilai Al-Islam Kemuhammadiyahan seperti tauhid (keteguhan iman), amar ma’ruf nahi munkar (mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran), serta tajdid (pembaharuan) dijadikan fondasi moral dan ideologis yang memandu arah cerita.
Tokoh utama monolog digambarkan sebagai sosok yang berjuang menjaga keimanan dan integritas diri di tengah perubahan zaman, dihadapkan pada konflik antara prinsip religius dan tantangan budaya modern. Namun alih-alih menolak budaya, Teater Talas justru menghadirkannya sebagai ruang dakwah yang kontekstual—di mana nilai Islam berpadu secara harmonis dengan tradisi lokal.
Budaya Makassar yang kental dengan nilai siri’ na pacce (harga diri dan empati), pangngadereng (tatanan moral adat), dan alempureng (ketulusan dan kejujuran) menjadi sumber kekuatan simbolik pertunjukan. Melalui bahasa Makassar, musik tradisional, serta gestur khas lokal, monolog tersebut menggambarkan semangat masyarakat yang menjunjung kehormatan, solidaritas, dan keikhlasan—nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Islam dan semangat dakwah Muhammadiyah.
“Kami berusaha menampilkan keislaman yang tidak tercerabut dari tanahnya sendiri. Islam di Makassar tumbuh bersama budaya, bukan di atasnya. Karena itu, setiap simbol, gerak, dan kata yang kami tampilkan mengandung makna lokal yang bersenyawa dengan nilai-nilai Islam,” tambah salah satu anggota Teater Talas.
Proses Kreatif: Dari Riset hingga Pementasan
Pertunjukan ini lahir dari proses panjang yang berbasis riset kualitatif. Tim Teater Talas melakukan penggalian nilai-nilai Al-Islam Kemuhammadiyahan dan budaya Makassar melalui wawancara, observasi, serta kajian literatur budaya dan teologi. Hasil riset tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam struktur dramatik monolog yang singkat namun padat makna.
Dalam proses penyusunan naskah, para anggota teater mengintegrasikan konsep dakwah bil-hal (dakwah melalui tindakan nyata) dengan bentuk artistik yang mudah dicerna oleh masyarakat umum. Musik dan simbol-simbol adat digunakan bukan sebagai hiasan, melainkan sebagai bagian dari struktur naratif yang menegaskan pesan spiritual.
Pertunjukan diawali dengan doa dan refleksi, menandai bahwa seluruh proses berkesenian adalah bagian dari ibadah dan pengabdian.
Estetika Dakwah: Seni sebagai Jalan Pencerahan
Bagi Teater Talas, seni teater adalah bahasa dakwah yang universal. Ia berbicara melalui simbol, gestur, dan emosi—menyentuh hati penonton tanpa harus menasihati secara verbal. Dalam monolog ini, penonton diajak menyelami konflik batin seorang tokoh yang bergulat antara dunia modern dan nilai-nilai keislaman, antara adat dan agama, antara idealisme dan kenyataan hidup.
Nilai-nilai Al-Islam Kemuhammadiyahan diwujudkan dalam karakter yang jujur, sederhana, dan berani menegakkan kebenaran. Sementara nilai siri’ na pacce menjadi ekspresi kemanusiaan dan tanggung jawab sosial yang memperkaya pesan moral pertunjukan. Melalui sintesis dua sistem nilai tersebut, Teater Talas menampilkan wajah Islam yang berkemajuan—berpijak pada iman, berpikir rasional, dan menghargai kebudayaan.
Apresiasi dan Refleksi
Pertunjukan Teater Talas mendapat sambutan positif dari sivitas akademika dan komunitas seni di Makassar. Banyak pihak menilai karya ini sebagai bentuk dakwah kultural progresif yang menghubungkan dunia akademik, seni, dan agama. Integrasi nilai Kemuhammadiyahan dan budaya Makassar dinilai mampu menghadirkan bentuk baru seni pertunjukan Islam yang kontekstual dan humanistik.
Kegiatan ini juga menegaskan komitmen Universitas Muhammadiyah Makassar dalam menanamkan nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di setiap aspek pendidikan, termasuk melalui ekspresi seni dan budaya. Teater Talas berperan sebagai laboratorium nilai—tempat mahasiswa belajar tentang moralitas, kerja kolektif, serta tanggung jawab sosial sebagai insan beriman dan berilmu.
“Kami ingin mahasiswa tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepekaan spiritual dan budaya. Seni adalah cara untuk menanamkan nilai-nilai itu dengan cara yang menyentuh dan berkesan,” ungkap Muhammad Thahir M. dalam sesi refleksi akhir kegiatan.
Pementasan monolog “Integrasi Nilai-Nilai Al-Islam Kemuhammadiyahan dengan Budaya Lokal Makassar” bukan hanya karya seni, tetapi juga pernyataan ideologis bahwa Islam dan budaya lokal dapat berjalan seiring dalam harmoni. Melalui teater, dakwah menemukan bentuknya yang kreatif, kontekstual, dan membumi—menyapa masyarakat melalui rasa, bahasa, dan nilai-nilai yang hidup di tengah mereka.
Dengan semangat Islam Berkemajuan, Teater Talas Unismuh Makassar terus berkomitmen menjadikan panggung sebagai ruang pencerahan dan pembentukan karakter. Seni dan budaya, dalam pandangan mereka, bukan sekadar estetika, tetapi juga etika—jalan menuju kemuliaan manusia dan kemaslahatan masyarakat. (rls)


















