toto

toto

Situs Toto

Situs Toto

Togel Online

  • Tentang Kami
  • Tim Pijarnews
  • Kerjasama
Jumat, 7 November, 2025
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Pijar News
  • Nasional
  • Ajatappareng
  • Pijar Channel
  • Sulselbar
  • Politik
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Pendidikan
  • Opini
  • Teknologi
  • Kesehatan
Pijar News
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Utama Opini

Satu Tungku Tiga Batu: Resep Harmoni, Toleransi, dan Cinta dari Kota Pala Fakfak

Oleh: Dr. H. Muhammad Saleh, M.Ag. (Dosen IAIN Parepare, Asesor LAMDIK)

Tim Redaksi Editor: Tim Redaksi
09:09, 25 September 2025
di Opini
Waktu Baca: 7 menit
Satu Tungku Tiga Batu: Resep Harmoni, Toleransi, dan Cinta dari Kota Pala Fakfak

OPINI — Perjalanan akademik melakukan visitasi akreditasi Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) STAI Al-Mahdi Fakfak menjadi pengalaman yang sarat makna. Fakfak, sebuah kota kecil di Papua Barat yang akrab disebut Kota Pala, menyimpan lebih dari sekadar keindahan alam dan kekayaan rempah. Ia menyuguhkan kesan mendalam yang merekat bukan hanya pada ingatan, tetapi juga pada nurani. Sejak langkah pertama menjejak tanah Fakfak, udara laut yang segar langsung menyapa, diiringi barisan bukit hijau yang menenangkan pandangan.

Masyarakatnya menyambut dengan keramahan yang tulus, membuat siapa pun merasa seperti berada di rumah sendiri. Suasana ini seakan memberi energi baru bagi setiap insan akademik yang datang untuk melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan tinggi. Namun, satu hal yang membekas dari perjalanan ini bukan hanya panorama alam yang menawan, melainkan nilai kearifan lokal yang dipegang erat oleh masyarakat Fakfak: “Satu Tungku Tiga Batu.”

Filosofi ini awalnya sederhana tungku tidak akan berdiri kokoh tanpa tiga batu penyangga. Hilang satu, rapuhlah semuanya. Tetapi bagi masyarakat Fakfak, simbol ini menjelma menjadi pedoman hidup. Dalam konteks sosial-religius, tiga batu melambangkan kerukunan antaragama: Islam, Kristen Protestan, dan Katolik yang hidup berdampingan. Dalam konteks sosial-politik, tiga batu diartikan sebagai adat, agama, dan pemerintah yang harus seimbang agar masyarakat tetap harmonis. Nilai ini juga nyata dalam lingkup keluarga. Di Fakfak, satu marga bisa saja memiliki anggota yang berbeda agama, namun tetap hidup rukun dalam ikatan darah dan adat. Perbedaan iman tidak menjadi jurang pemisah, melainkan justru memperkuat ikatan kebersamaan.

Refleksi ini memberi pesan penting bagi proses akreditasi yang dijalani. Visitasi bukan semata-mata menilai dokumen atau standar administratif, tetapi juga menjadi ruang untuk melihat bagaimana sebuah perguruan tinggi berakar pada budaya lokal, menanamkan nilai moderasi beragama, dan menumbuhkan cinta dalam pendidikan. Program Studi PAI STAI Al-Mahdi Fakfak dengan demikian tidak hanya berfungsi sebagai pusat transfer ilmu, melainkan juga menjadi laboratorium sosial tempat falsafah Satu Tungku Tiga Batu dihidupkan dalam proses akademik.

Honest Card

Mahasiswa belajar toleransi bukan hanya dari teori di ruang kelas, tetapi dari realitas hidup di sekitar mereka. Pendidikan agama Islam pun menemukan wujudnya dalam praksis: membentuk insan yang berilmu, beriman, penuh cinta, dan siap menjaga harmoni dalam keberagaman.

Baca Juga

Prospek Cerah Perbaikan Pendidikan

Tragedi Lubang Tambang : Nyawa Rakyat Jadi Taruhan

Dengan demikian, perjalanan akademik ke Fakfak dalam rangka visitasi akreditasi bukan hanya tugas formal, tetapi juga ziarah nilai. Dari Kota Pala, kita belajar bahwa mutu pendidikan tinggi tidak cukup diukur dengan standar kertas, melainkan juga dengan kemampuan merawat harmoni, moderasi, dan cinta—nilai-nilai yang sudah lama terpatri dalam filosofi Satu Tungku Tiga Batu.

Ungkapan ini awalnya terdengar sederhana, tetapi semakin dalam dikenali, semakin terasa kedalaman maknanya. Bagi warga Fakfak, Satu Tungku Tiga Batu adalah identitas sekaligus perekat sosial yang menjaga harmoni di tengah keberagaman. Awalnya, filosofi ini digunakan untuk menggambarkan hubungan harmonis antara umat beragama Islam, Kristen Protestan, dan Katolik yang hidup berdampingan. Namun, dalam perkembangannya, Satu Tungku Tiga Batu mencakup dimensi yang lebih luas: hubungan antara adat, agama, dan pemerintah dalam tata kehidupan masyarakat, serta bahkan sampai ke lingkup keluarga, di mana satu marga bisa saja memeluk agama yang berbeda, namun tetap dipersatukan oleh ikatan kekeluargaan dan falsafah hidup bersama.

Di sinilah letak keunikan Fakfak. Nilai kebersamaan tidak berhenti pada tataran slogan, tetapi hidup dalam keseharian warganya. Ketika ada pesta adat, doa syukuran, hingga acara keluarga, semua pihak hadir tanpa melihat perbedaan keyakinan. Adat memberi ruang untuk semua, agama meneguhkan moral, sementara pemerintah menjadi penyangga keteraturan. Perpaduan ini menjadikan Satu Tungku Tiga Batu lebih dari sekadar kearifan lokal; ia menjadi mekanisme sosial yang terbukti menjaga kedamaian di tengah perbedaan.

Kearifan ini juga menjadi teladan bagi dunia pendidikan, khususnya Program Studi PAI STAI Al-Mahdi Fakfak. Di tengah dinamika global yang kadang memunculkan intoleransi, falsafah ini mengajarkan cara paling sederhana sekaligus paling mendalam: saling menopang satu sama lain. Mahasiswa belajar langsung dari lingkungannya bahwa harmoni hanya bisa tercapai jika ada cinta, penghargaan, dan kesediaan untuk menerima perbedaan. Dengan begitu, pendidikan agama tidak sekadar mengajarkan teks, tetapi juga menghadirkan nilai-nilai kehidupan yang nyata.

Tungku tradisional tak akan pernah berdiri kokoh tanpa tiga batu penyangga. Hilang satu saja, goyahlah semuanya. Perumpamaan sederhana ini kemudian diwujudkan dalam kehidupan masyarakat Fakfak sebagai simbol keseimbangan dan kebersamaan. Falsafah ini bukan sekadar cerita lama, melainkan sebuah sistem nilai yang masih hidup hingga kini. Dalam dimensi religius, tiga batu itu melambangkan tiga agama besar yang tumbuh di Fakfak: Islam, Kristen Protestan, dan Katolik. Ketiganya tidak hanya hidup berdampingan, tetapi juga saling menopang layaknya batu penyangga tungku. Kehidupan keagamaan berjalan rukun, perbedaan dipandang sebagai kekayaan, bukan ancaman.

Sementara itu, dalam dimensi sosial-politik, tiga batu dimaknai sebagai adat, agama, dan pemerintah. Adat menjaga identitas dan tradisi, agama menuntun moral dan spiritual, sedangkan pemerintah memastikan keteraturan dalam kehidupan bersama. Tiga pilar ini bekerja secara seimbang, saling mendukung, sehingga masyarakat Fakfak memiliki fondasi sosial yang kokoh untuk menghadapi berbagai perubahan zaman. Yang menarik, filosofi ini tidak berhenti pada ranah publik, melainkan meresap hingga ke lingkup keluarga. Di Fakfak, satu marga bisa saja memeluk agama yang berbeda. Namun, ikatan darah dan adat tetap lebih kuat daripada perbedaan keyakinan. Acara keluarga, baik suka maupun duka, tetap dijalani bersama. Toleransi di sini bukan jargon, melainkan realitas hidup sehari-hari.

Konsep moderasi beragama yang kini digencarkan secara nasional sebenarnya sudah lama hadir di Fakfak dalam bentuk praksis nyata. Bagi masyarakat Fakfak, falsafah Satu Tungku Tiga Batu bukan sekadar semboyan, melainkan wajah hidup moderasi itu sendiri. Pertama, komitmen kebangsaan tampak jelas dari kuatnya persatuan di atas perbedaan iman. Fakfak membuktikan bahwa identitas sebagai warga bangsa lebih besar daripada sekat-sekat agama. Kedua, toleransi hidup nyata di tengah keluarga lintas agama yang tetap harmonis. Satu marga bisa saja memeluk keyakinan berbeda, tetapi hubungan darah dan kasih sayang tetap menjadi pengikat utama. Ketiga, anti-kekerasan menjadi prinsip bersama. Setiap gesekan sosial tidak dibiarkan membesar, tetapi diselesaikan dengan musyawarah, dialog, dan pendekatan kekeluargaan. Keempat, budaya lokal tidak ditinggalkan, justru dijadikan bingkai yang menguatkan. Adat menjadi rumah bersama yang merangkul semua, sehingga agama dapat tumbuh berdampingan tanpa saling meniadakan. Dengan kata lain, nilai-nilai yang diusung dalam program moderasi beragama sebenarnya sudah lama berakar di tanah Papua Barat, khususnya di Fakfak, melalui falsafah Satu Tungku Tiga Batu.

Jika falsafah Satu Tungku Tiga Batu menjadi pedoman hidup masyarakat Fakfak, maka dalam dunia pendidikan ia menemukan gaungnya dalam gagasan kurikulum cinta. Seperti halnya tungku yang tak bisa berdiri tanpa tiga batu penyangga, pendidikan pun tak akan kokoh tanpa fondasi nilai yang menghidupkan. Dan cinta adalah fondasi itu. Kurikulum cinta berarti menempatkan cinta sebagai landasan dalam setiap proses belajar-mengajar. Bukan cinta yang bersifat romantis, melainkan cinta yang luas maknanya: kasih sayang, kepedulian, dan penghormatan terhadap sesama serta lingkungan.

Cinta kepada Allah, menjadikan ilmu bukan sekadar kumpulan pengetahuan, tetapi ibadah yang menghubungkan akal dengan iman. Cinta kepada sesama, menumbuhkan empati, saling menghormati, dan menghargai perbedaan keyakinan maupun latar belakang. Cinta kepada ilmu, mengajarkan bahwa belajar adalah jalan membangun peradaban, bukan sekadar mengejar nilai atau gelar. Cinta kepada tanah air dan adat, menumbuhkan kesadaran bahwa menjaga persatuan berarti merawat identitas lokal yang kaya, seperti halnya filosofi Satu Tungku Tiga Batu. Cinta kepada lingkungan, mengingatkan bahwa bumi dan alam adalah titipan Tuhan yang harus dijaga kelestariannya.

Dengan demikian, kurikulum cinta membuat pendidikan tidak berhenti pada transfer pengetahuan. Ia melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual, lembut dalam hati, kuat dalam iman, dan bijak menjaga keberagaman. Dari Fakfak kita belajar bahwa mutu kehidupan tidak cukup diukur dengan statistik atau dokumen formal. Ukuran sejati dari sebuah kehidupan yang bermutu adalah harmoni yakni keseimbangan antara adat, agama, dan pemerintah; antara keluarga dan masyarakat; antara ilmu, iman, dan cinta.

Falsafah Satu Tungku Tiga Batu menyampaikan pesan sederhana namun mendalam: jika satu penyangga hilang, tungku tidak akan berdiri kokoh. Begitu pula kehidupan sosial; tanpa keseimbangan, tanpa cinta, dan tanpa penghargaan terhadap perbedaan, masyarakat akan mudah rapuh. Keseimbangan inilah yang menjadi modal utama bangsa kita untuk tetap teguh di tengah derasnya arus perubahan. Di Fakfak, harmoni bukan hanya wacana, tetapi nyata dalam keluarga lintas agama yang tetap rukun, dalam masyarakat yang menjunjung adat, serta dalam pendidikan yang menanamkan cinta dan toleransi.

Ketika Indonesia berbicara tentang moderasi beragama dan kurikulum cinta, sejatinya kita sedang belajar dari kebijaksanaan lokal seperti Satu Tungku Tiga Batu. Dari timur Nusantara, Fakfak memberi pesan universal: peradaban akan kokoh hanya jika kita saling menopang, saling menghargai, dan saling mencintai dalam perbedaan. Tentu saja, tantangan tetap ada. Arus globalisasi, derasnya media sosial, dan menguatnya politik identitas bisa menggerus harmoni yang selama ini dirawat dengan penuh cinta. Generasi muda berisiko melupakan kearifan lokal jika tidak dikenalkan sejak dini. Di sinilah pentingnya menjadikan Satu Tungku Tiga Batu bukan hanya cerita turun-temurun, tetapi juga inspirasi nyata dalam pendidikan formal maupun nonformal.

Filosofi ini bisa masuk ke ruang kelas sebagai bagian dari kurikulum karakter, di mana siswa belajar langsung nilai toleransi, kebersamaan, dan cinta tanah air. Ia juga bisa ditanamkan di dalam keluarga sebagai warisan budaya, dituturkan dalam cerita, dibiasakan dalam sikap sehari-hari. Bahkan pemerintah daerah dapat memperkuatnya sebagai identitas kota, yang membedakan Fakfak sekaligus menginspirasi daerah lain. Jika hal ini dilakukan, maka generasi mendatang tidak hanya mewarisi kebun pala yang menjadi ikon Fakfak, tetapi juga kebun nilai: ladang kearifan yang menumbuhkan cinta, toleransi, dan moderasi. Dengan begitu, Fakfak tidak hanya harum karena rempah, tetapi juga harum karena nilai-nilainya yang melintasi zaman.

Fakfak memberi pelajaran berharga bagi Indonesia. Dari Kota Pala, kita diajarkan bahwa harmoni bukanlah utopia, melainkan kenyataan yang bisa diwujudkan ketika keseimbangan dijaga. Falsafah Satu Tungku Tiga Batu menjadi simbol bahwa hidup bersama hanya bisa kokoh bila adat, agama, dan pemerintah saling menopang; bila keluarga tetap bersatu meski berbeda iman; dan bila pendidikan dilandasi oleh cinta.

Inilah resep sederhana namun mendalam: harmoni, toleransi, dan cinta yang lahir dari Fakfak sebuah warisan lokal yang sangat relevan bagi Indonesia yang majemuk. Dari timur Nusantara, Fakfak mengingatkan kita bahwa kekuatan bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam atau angka-angka pertumbuhan ekonomi, tetapi pada nilai kemanusiaan yang dijaga bersama.Cinta adalah energi terbesar untuk merawat persaudaraan, menjaga keberagaman, dan membangun peradaban. Bila falsafah Satu Tungku Tiga Batu dijadikan inspirasi nasional, maka Indonesia tidak hanya akan tumbuh sebagai bangsa yang kuat, tetapi juga sebagai bangsa yang damai, inklusif, dan penuh kasih sayang.

Fakfak memberi pelajaran berharga bagi Indonesia. Dari Kota Pala, kita diajarkan bahwa harmoni bukanlah utopia, melainkan kenyataan yang bisa diwujudkan ketika keseimbangan dijaga. Falsafah Satu Tungku Tiga Batu menjadi simbol bahwa hidup bersama hanya bisa kokoh bila adat, agama, dan pemerintah saling menopang; bila keluarga tetap bersatu meski berbeda iman; dan bila pendidikan dilandasi oleh cinta.
Inilah resep sederhana namun mendalam: harmoni, toleransi, dan cinta yang lahir dari Fakfak sebuah warisan lokal yang sangat relevan bagi Indonesia yang majemuk. Dari timur Nusantara, Fakfak mengingatkan kita bahwa kekuatan bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam atau angka-angka pertumbuhan ekonomi, tetapi pada nilai kemanusiaan yang dijaga bersama.

Cinta adalah energi terbesar untuk merawat persaudaraan, menjaga keberagaman, dan membangun peradaban. Bila falsafah Satu Tungku Tiga Batu dijadikan inspirasi nasional, maka Indonesia tidak hanya akan tumbuh sebagai bangsa yang kuat, tetapi juga sebagai bangsa yang damai, inklusif, dan penuh kasih sayang. Perjalanan akademik ini akhirnya berakhir, ditandai dengan selesainya rangkaian visitasi akreditasi. Namun sesungguhnya, berakhirnya visitasi bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari langkah baru untuk terus memperbaiki diri, meningkatkan mutu, dan memperkuat jati diri lembaga.STAI Al-Mahdi Fakfak memiliki peran strategis bukan hanya sebagai institusi pendidikan tinggi, tetapi juga sebagai penjaga kearifan lokal. Melalui filosofi Satu Tungku Tiga Batu, kampus ini mampu menjembatani nilai adat, agama, dan pemerintah; mampu meneguhkan persatuan di tengah keberagaman; serta mampu menjadikan pendidikan agama Islam bukan sekadar transfer ilmu, melainkan juga media menanamkan cinta, toleransi, dan harmoni.

Motivasi terbesar adalah bahwa mutu pendidikan tidak semata diukur dari dokumen, angka, dan nilai akreditasi, tetapi dari seberapa jauh kampus ini bisa membentuk generasi yang berilmu, berakhlak, dan berjiwa cinta kasih. Generasi inilah yang kelak menjaga Indonesia tetap kokoh dalam keberagaman. Semoga STAI Al-Mahdi Fakfak terus melangkah maju, menebarkan cahaya ilmu, merawat falsafah Satu Tungku Tiga Batu, dan menjadi teladan dalam menghadirkan pendidikan tinggi yang bermutu, humanis, dan berakar pada budaya lokal.(*)

Terkait: Kurikulum cintaOpini

BERITA TERKAIT

Prospek Cerah Perbaikan Pendidikan

Prospek Cerah Perbaikan Pendidikan

25 Oktober 2025
Tragedi Lubang Tambang : Nyawa Rakyat Jadi Taruhan

Tragedi Lubang Tambang : Nyawa Rakyat Jadi Taruhan

2 Oktober 2025
Konflik Agraria di IKN: Kapan Berakhir?

Konflik Agraria di IKN: Kapan Berakhir?

2 Oktober 2025
Kesaktian Pancasila Diperingati, Pengkhianatan terhadap Pancasila Dibiarkan

Kesaktian Pancasila Diperingati, Pengkhianatan terhadap Pancasila Dibiarkan

2 Oktober 2025
Kesaktian Pancasila: Penjaga Karakter Bangsa di Tengah Arus Globalisasi

Kesaktian Pancasila: Penjaga Karakter Bangsa di Tengah Arus Globalisasi

1 Oktober 2025
Ketika Cinta Menjadi Kabut: Mencari Makna Toleransi yang Sejati

Ketika Cinta Menjadi Kabut: Mencari Makna Toleransi yang Sejati

27 September 2025
Selanjutnya
Mafindo Makassar Gandeng MAN 2 Makassar Gelar Pelatihan AI Ready ASEAN

Mafindo Makassar Gandeng MAN 2 Makassar Gelar Pelatihan AI Ready ASEAN

Berita Terbaru

Tingkat Pengangguran Terbuka Parepare Turun, Pemkot Sebut Karena Efektivitas Program Ekonomi Lokal

Tingkat Pengangguran Terbuka Parepare Turun, Pemkot Sebut Karena Efektivitas Program Ekonomi Lokal

5 November 2025
Interplasi Dihentikan, Wali Kota Parepare: Alhamdulillah, Ini Kolaborasi yang Baik

Interplasi Dihentikan, Wali Kota Parepare: Alhamdulillah, Ini Kolaborasi yang Baik

5 November 2025
Kunjungi Bank Sampah di Labukkang, Ketua TP PKK Parepare Sebut Layak Diterapkan di Semua Kelurahan

Kunjungi Bank Sampah di Labukkang, Ketua TP PKK Parepare Sebut Layak Diterapkan di Semua Kelurahan

5 November 2025
Rektor IAIN Parepare Audiensi dengan Ketua DPRD dan Wali Kota, Tasming Hamid Komitmen Beri Dukungan

Rektor IAIN Parepare Audiensi dengan Ketua DPRD dan Wali Kota, Tasming Hamid Komitmen Beri Dukungan

3 November 2025
Pemkab Pinrang Komitmen Pertahankan Capaian UHC

Pemkab Pinrang Komitmen Pertahankan Capaian UHC

3 November 2025
Wamen Sebut Literasi Jadi Tantangan Haji dan Umroh, Jurnalistik Islam IAIN Parepare Punya Peran Penting

Wamen Sebut Literasi Jadi Tantangan Haji dan Umroh, Jurnalistik Islam IAIN Parepare Punya Peran Penting

3 November 2025
Prestasi Gemilang Tim Basket Unibos di Paraga 2025, Bukti Kampus Unggul di Arena Olahraga

Prestasi Gemilang Tim Basket Unibos di Paraga 2025, Bukti Kampus Unggul di Arena Olahraga

3 November 2025
LSM Sorot Indonesia Minta Kejaksaan Tinjau Ulang Kasus Dana Rumdis Ketua DPRD Parepare

LSM Sorot Indonesia Minta Kejaksaan Tinjau Ulang Kasus Dana Rumdis Ketua DPRD Parepare

3 November 2025
Dosen Komunikasi UMI Tingkatkan Literasi Digital dan Keterampilan Menulis Ilmiah Siswa MTS dan MA An Nashar Timor-Timur Makassar

Dosen Komunikasi UMI Tingkatkan Literasi Digital dan Keterampilan Menulis Ilmiah Siswa MTS dan MA An Nashar Timor-Timur Makassar

2 November 2025
Seminar Nasional Pamungkasa 2025 Tekankan Arsitektur Budaya sebagai Identitas Bangsa

Seminar Nasional Pamungkasa 2025 Tekankan Arsitektur Budaya sebagai Identitas Bangsa

2 November 2025

Artikel Lainnya

Media Online Pijar News ini Telah Terverifikasi secara Administratif dan Faktual Oleh Dewan Pers

  • Tentang
  • Redaksi
  • Advertise
  • Kebijakan Privacy
  • Disclaimer
  • Kode Etik
  • Pedoman Pemberitaan
  • Perlindungan Wartawan

©2016 - 2025. Hak Cipta oleh PT. Pijar Media Global.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nasional
  • Ajatappareng
  • Pijar Channel
  • Sulselbar
  • Politik
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Pendidikan
  • Opini
  • Teknologi
  • Kesehatan

©2016 - 2025. Hak Cipta oleh PT. Pijar Media Global.