OPINI–Judul ini dilatar belakangi dari kesalahan saya menulis nama seorang teman sejawat, padahal beliau itu, saya sudah mengenalnya jauh sebelum saya sama-sama dosen di Universitas Muhammadiyah Parepare (UMPAR). Beliau dosen di fakultas ekonomi, sedang saya di fakultas hukum.
Saya sering bertemu dengan beliau dalam pertemuan formal, sering juga ngobrol ringan.
Bahkan ketika anak ketiga saya tidak diterima di SMA Negeri 1 Parepare akibat sistem zonasi, kepada beliaulah saya berkonsultasi karena beliau ketua komite SMA Negeri 1 Parepare.
Anak ketiga saya tidak mau masuk di SMA 4 karena 2 kakaknya semua alumni SMA Negeri 1.
Alamat rumah saya di Jalan Abu Bakar Lambogo I/10, biasa disingkat Ablam, masih di alamat yang sama ketika anak pertama dan anak kedua serta anak ketiga saya mendaftar di SMA 1. Tetapi zonasi itu pada tahun 2021 yang lalu, membaca Ablam, tidak masuk dalam zonasi SMA 1 lagi.
Awal perkenalan saya dengan teman sejawat itu, sejak tahun 2003. Waktu itu beliau mengajar di Garuda College, tempat kursus bahasa Inggris di Jalan Andi Makkasau Parepare, berhadapan dengan Alfa Mart sekarang. Tapi kok saya bisa salah menulis nama beliau ya, bisik saya dalam hati.
Ibu Indra, salah seorang pengajar di kursus Garuda College, suatu waktu berkunjung di kantor saya, LP2EM, di Jalan Andi Mappatola, sejejer dengan warkop kopi paste sekarang.
Apakah di lantai 2 di atas juga digunakan? Begitu pertanyaan ibu Indra ketika itu, saya jawab singkat, kosong saja. Ibu Indra menawarkan bisakah saya gunakan untuk tempat kursus bahasa Inggris?
Masa kontrak Garuda College di Jalan Andi Makkasau Parepare waktu itu sudah mau berakhir. Tawaran ibu Indra diterima oleh semua pengurus LP2EM.
Kesepakatannya, saweran bayar rekening listrik, sedangkan biaya kontrak kantor, LP2EM yang bayar. LP2EM dan Garuda College satu atap sejak tahun 2003 sampai tahun 2005.
Setiap hari kecuali hari libur, menjelang jam 3 sore, kantor LP2EM selalu ramai dengan anak-anak usia SMP, mereka masuk melalui pintu depan kantor LP2EM, melintas di ruang kerja menuju lantai 2 di bagian tengah.
Pada tulisan saya sebelumnya berjudul “Parepare Tuan Rumah Musywil ICMI”, dimuat di PIJARNEWS.COM, di situ saya salah menulis nama teman sejawat saya. Betul-betul saya khilaf.
Kronologisnya, tanggal 5 Agustus sehabis shalat subuh, saya menulis tentang rapat semalam di rumah ketua ICMI Orda Parepare, Bapak Dr. Mahsyar Idris.
Entah kenapa saat saya menulis nama teman sejawat saya itu, yang ada di memori saya nama lain yang saya tulis, saya tulis nama beliau Dr. Ikhwan, padahal yang betul adalah Dr. Irwan. Saya betul-betul mohon maaf atas kekhilafan saya.
Malam itu ketika rapat pengurus ICMI sudah ditutup, saya minta tolong ikut kepada beliau karena saya hanya di drop oleh anak saya. Saya bilang kepada anak saya, nanti setelah rapat selesai nak, ayah telepon untuk dijemput disini, maksudnya di rumah pak Dr. Mahsyar.
Saya memutuskan tidak perlu anak saya datang menjemput, saya ikut saja kepada pak Dr. Irwan. Dalam perjalanan pulang, kami sempat ngobrol banyak hal.
Satu malam berselang setelah rapat ICMI, tepatnya pukul 20.36, muncul komentar pak Dr. Irwan atas terbitnya berita online PIJARNEWS.COM yang memuat tulisan saya “Parepare Tuan Rumah Musywil ICMI”. Kalimatnya sangat substansial dan menyertakan ayat suci Al-Qur’an, begini kalimatnya.
Tabe’, salah satu etika dalam jurnalistik adalah kejujuran penulis untuk mengungkap fakta apa adanya. Namun terkadang integritas dan keberanian seorang penulis diuji dan dipertaruhkan. Tapi biarlah itu menjadi catatan bagi pembaca, sambil mengutip ayat suci Al-Qur’an. Dan Janganlah takut kepada manusia dan takutlah kepadaku (QS : 44), ayat yang lain Dan tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Allah (QS 9 : 18).
Demikian komentar teman sejawat saya itu di grup ICMI Orda Parepare.
Saya membaca komentar ini dengan baik, saya menganalisa apakah penulis yang dimaksud itu Pak Alfian, dalam kapasitas sebagai pengelola media PIJARNEWS.COM? Karena diawali dengan kalimat salah satu etika dalam jurnalistik…dalam hati saya, pak Alfian kan berprofesi sebagai jurnalis.
Ataukah penulis yang dimaksud adalah saya? Karena sayalah yang menulis kejadian di rumah pak Dr. Mahsyar, pada saat rapat pembentukan panitia Muswil ICMI, kemudian saya kirim kepada pak Alfian untuk dimuat di PIJARNEWS.
Analisa saya berikutnya adalah, apakah ada cerita saya malam itu yang saya rekayasa yang tidak sesuai dengan fakta malam itu? Karena ada dua ayat yang disebutkan. Saya membaca kembali tulisan saya, saya berkesimpulan, tidak ada cerita bohong yang saya tulis.
Saya mengirim pesan pribadi melalui whatsapp kepada semua pengurus yang hadir rapat ICMI kecuali kepada Pak Saiful Mahsan dan Pak Dr. Irwan. Beberapa waktu kemudian, pak Dr Nasir, sekum ICMI Orda Parepare, meneruskan pesan beliau “Oiye pak sekum, nama saya dicantumkan, tidak sesuai”. Saya menghela nafas, agak lega.
Saya lega karena tidak ada rekayasa yang saya tulis. Saya sangat memaklumi kekecewaan pak Dr. Irwan Idrus kepada saya, yang salah menulis namanya menjadi Dr. Ikhwan. Saya maklumi jika beliau protes, manusiawi.
Kesalahan saya ini merupakan suatu pembelajaran yang sangat berarti bagi saya agar berikutnya memastikan nama orang itu sudah betul sebelum mengirim kepada yang bersangkutan atau ke kepada publik.
Saya tulis kata kunci salah nama di google, memang sering terjadi, antara lain salah nama di tiket pesawat, salah nama di BPJS Kesehatan, salah nama di buku nikah, salah nama di sertifikat tanah, salah nama orang tua di ijazah, salah nama di KTP, salah nama di KK, salah nama di sertifikat vaksin.
Tidak ada manusia yang pernah terbebas dari kekhilafan. Beruntung komentar Pak Dr. Irwan di grup ICMI direspon dengan bijak, pertanda bahwa orang yang bergabung di grup itu adalah intelektual muslim.
Salah satu ciri orang beriman dan berilmu pengetahuan adalah bisa mengontrol amarahnya. (*)