OPINI, PIJARNEWS.COM — Dalam peta kinerja Kabinet Merah Putih di bawahkepemimpinan Presiden Prabowo, nama Abdul Mu’ti sebagaiMenteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) mencuat. Hasil survei IndoStrategi (September-Oktober 2025) menobatkannya sebagai menteri berkinerja terbaik dengan skor 3,35. Beberapa sigi lainnya pun menempatkan tokoh Pendidikan yang juga Sekum Muhammadiyah ini ada di jajaran teratas seperti Celios, SPIN, Poltracking hinggaIndopol Survey. Pencapaian ini menjadi cerminan eksekusidari berbagai program prioritas yang memiliki dampak multidimensi.
Di tengah dunia pendidikan yang masih menghadapisejumlah tantangan kompleks. Solusi sistematis dan berkelanjutan mutlak diperlukan. Mulai dari kesenjangan kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, adaptasi teknologi digital yang belum merata, hingga tantangan dalam merekrut dan meningkatkan kompetensi guru di daerah terpencil menjadi pekerjaan rumah yang nyata.
Belum lagi tantangan kontemporer seperti mengintegrasikan pendidikan karakter dengan tuntutan keterampilan abad 21, serta memastikan sistem evaluasi yang benar-benar mengukur kemampuan holistik peserta didik. Tantangan-tantangan ini mengingatkan kita bahwa perbaikan pendidikan tidak boleh berhenti pada kebijakan makro semata, tetapi harus menyentuh aspek-aspek fundamental yang langsung mempengaruhi pengalaman belajar siswa di ruangkelas.
Di antara berbagai program Kemendikdasmen yang cukup mendapat sorotan diantaranya Revitalisasi Satuan Pendidikan yang melampaui target (15.523 unit dari target 10.440) berdampak langsung pada peningkatan kualitas Infrastruktur pendidikan (aspek ekonomi dan sosial). Program ini menciptakan lingkungan belajar yang lebih layak dan kondusif.

Digitalisasi Pendidikan yang diinstruksikan melaluiInpres No. 7/2025, telah memfasilitasi akses pembelajaran digital di lebih dari 285.000 sekolah. Langkah ini tidak hanya menyesuaikan pendidikan dengan era modern, tetapi juga mempersempit kesenjangan digital dan memperkuatketahanan sistem pendidikan dalam menghadapi disrupsi.
Peningkatan Kompetensi dan Kesejahteraan Guru melalui Tunjangan Profesi, BSU, sertifikasi PPG untuk 804 ribu guru, dan pengembangan karir, menyentuh akarpersoalan. Dengan meningkatkan kesejahteraan (aspek ekonomi) dan kompetensi (aspek sosial), motivasi dan kualitas mengajar guru diharapkan meningkat, yang pada ujungnya akan memperbaiki mutu pendidikan nasional.
Program BOSP yang menjangkau puluhan juta pesertadidik dan ratusan ribu satuan pendidikan melalui DAK Non Fisik, merupakan stimulus ekonomi langsung yang meringankan beban operasional sekolah dan orang tua. Kebijakan ini memiliki dampak sosial yang luas denganmenjaga angka partisipasi sekolah.
Lalu gerakan “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat” merupakan investasi karakter bangsa yang strategis. Dengan menanamkan nilai disiplin, kesehatan, dan sosial (sepertibangun pagi, olahraga, dan bermasyarakat), program inimembangun fondasi ideologi yang kuat bagi generasi penerus, menciptakan habitus baru yang positif.
Program Indonesia Pintar (PIP) dan ketujuh, Beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM), merupakan kebijakan afirmatif yang powerful. Dengan menjangkau 18,5 juta dan 4.679 siswa, kedua program ini menjadi jaring pengaman sosial yang mencegah putus sekolah akibat faktor ekonomi (dampak ekonomi dan sosial). Program ini juga memperkuat keadilan sosial dan mobilitas vertikal bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Program lain yang menuai apresiasi yaitu Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Hasil riset terbaru Katadata Insight Center (KIC) mengungkapkan sentimen positif masyarakat terhadap sistem penerimaan murid baru yang baru diluncurkan. Survei nasional tersebut menunjukkan bahwatingkat kesadaran publik terhadap SPMB sangat tinggi, mencapai 80%.
Tidak hanya dikenal, sistem ini juga mendapat apresiasi. Mayoritas responden, yakni 88%, menilai SPMB lebih baik daripada sistem PPDB sebelumnya. Selain itu, sebanyak 90% responden menyatakan bahwa sistem baru ini sesuai denganharapan mereka. Survei ini melibatkan 1.074 orang tua calonsiswa dari tingkat SMP, SMA, dan pendaftar lainnya, yang dipilih dengan teknik non-probability sampling.
Secara keseluruhan, sembilan dari sepuluh responden merasakan bahwa pelaksanaan SPMB berjalan dengan baik. Mereka juga mengakui sejumlah manfaat nyata, seperti peningkatan pemerataan akses pendidikan (63,7%), meningkatnya transparansi dalam proses seleksi (50,9%), dan berkurangnya dominasi sekolah-sekolah yang dianggap “favorit” (49,8%).
SPMB sendiri diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk tahun ajaran 2025/2026, menggantikan PPDB. Tujuan perubahan ini adalah untuk menciptakan sistem yang lebihadil dan transparan. Perbedaan mendasar terletak pada penggantian sistem zonasi dengan sistem domisili, denganpenekanan pada prinsip keadilan, kemudahan akses, dan pemerataan.
Cahaya perbaikan ini bagai membangun optimismedalam pendidikan atas capaian bahwa setiap langkah perbaikan adalah jalan menuju ekosistem pendidikan yang lebih adil. Kita menyadari bahwa ada upaya sistematis dan komitmen untuk bergerak maju, belajar dari setiap tantangan, dan tidak takut untuk melakukan koreksi. Oleh karena itu, marilah kita turut memupuk energi aktif demi perbaikan kedepannya. Selanjutnya adalah mengawal dan mendorong agar setiap kebijakan benar-benar menyentuh proses belajardengan harapan setiap anak bangsa untuk meraih masa depannya yang lebih cerah.(*)















