POLMAN, PIJARNEWS.COM— Diskusi kelompok terarah yang digelar Tim Ekspedisi Patriot, Selasa (18/11/2025) menghadirkan para petani, pemerintah desa, akademisi, serta tim program dari Universitas Padjadjaran, membuka kembali optimisme bahwa Polewali Mandar dapat menjadi episentrum kakao Indonesia di masa depan.
Suasana FGD berlangsung hangat, kritis, dan dipenuhi suara jujur dari warga tiga desa: Pollewani, Ambopadang, dan Peburru—wilayah yang sejak dahulu dikenal sebagai lumbung kakao berkualitas.
Sejak sesi pembuka, Dr. Ilham Gemiharto, M.Si. sebagai pemateri utama menegaskan bahwa Polewali Mandar memiliki karakteristik alam yang ideal untuk pengembangan kakao modern.
“Tanah di sini punya kualitas luar biasa. Secara alam, wilayah ini memang disiapkan menjadi sentra kakao utama kalau ekosistemnya dibenahi,” ujar Dr. Ilham, menyampaikan bahwa potensi ini terlalu besar untuk dibiarkan berjalan tanpa dukungan teknologi dan sistem yang kuat.
Pemaparan Dr. Ilham diperkuat oleh Prof. Dr. Uud Wahyudin, M.Si., yang menekankan bahwa kekuatan alam harus diimbangi dengan penguatan kelembagaan petani. Ia menyatakan bahwa kualitas biji kakao bukan hanya soal keterampilan teknis, tetapi ketertautan antara pengetahuan, fasilitas, dan kebijakan. Pernyataan ini disambut dengan antusias oleh warga yang hadir.

Dalam dialog terbuka, seorang petani menyampaikan keresahan yang mewakili mayoritas peserta.
“Kami belajar dari orang tua. Tapi sekarang tantangannya berbeda. Serangan hama makin sering, musim tidak menentu, dan sudah lama sekali tidak ada pelatihan baru,” ucapnya.
Suara itu kemudian dikuatkan oleh narasumber berikutnya, Ihsan Arham, S.P., M.Si., yang menjelaskan bahwa pola serangan hama dan perubahan iklim memang sudah tidak dapat ditangani hanya dengan pengetahuan turun-temurun. Ihsan menegaskan bahwa sebagian besar masalah muncul karena tidak adanya pembaruan teknologi, tidak adanya sistem peringatan hama, dan literasi pestisida yang masih rendah.
Sejumlah warga lainnya mempertegas beratnya tantangan pascapanen.
“Buah itu kami jual langsung. Fermentasi itu susah, apalagi cuaca tidak menentu. Kalau hujan, biji bisa rusak karena cuma dijemur seadanya,” ujar salah satu warga. Para pemateri dari Unpad menegaskan bahwa rantai nilai kakao rakyat tidak boleh berhenti pada penjualan buah basah. Tanpa fermentasi dan pengeringan yang benar, kualitas biji merosot dan nilai ekonomi petani mengecil drastis.
Masalah hama juga menjadi poin diskusi penting. Seorang petani menuturkan,“Kalau lihat gejala, kami langsung pakai pestisida. Kadang bukan itu masalah sebenarnya, tapi kami tidak tahu caranya.” Para akademisi Unpad menjelaskan bahwa penggunaan pestisida tanpa literasi yang benar bukan hanya tidak efektif, tetapi bisa membahayakan lingkungan kebun dan kesehatan petani.
Kepala desa yang hadir juga menegaskan bahwa kakao adalah identitas masyarakat.
“Kalau kualitasnya bisa dijaga bahkan ditingkatkan, kakao ini bisa jadi masa depan desa, bahkan masa depan kabupaten. Tapi pendampingan itu harus ada dan konsisten,” ujarnya, menekankan bahwa pemerintah desa terbuka terhadap kerja sama lintas institusi.
Para pemateri menyimpulkan bahwa kelemahan terbesar bukan pada kemauan petani, tetapi pada tidak tersedianya sistem pendukung yang memadai. Seperti disampaikan salah seorang narasumber, “Petani kita rajin. Tapi SOP tidak ada, alat tidak ada, fasilitas pengeringan tidak ada. Tanpa sistem, kualitas tidak bisa konsisten.”
Warga juga kembali menegaskan bahwa cuaca buruk membuat pengeringan manual hampir tidak mungkin dilakukan.
FGD ditutup oleh moderator, Andi Asy’hary J. Arsyad, yang menegaskan bahwa seluruh temuan, masukan, kritik, dan pengalaman petani akan dihimpun menjadi rekomendasi kebijakan.
“Semua yang disampaikan hari ini tidak berhenti di ruang diskusi. Kami akan merapikannya menjadi rekomendasi kebijakan yang terukur dan langsung menjawab kebutuhan petani. Polewali Mandar punya potensi besar, dan potensi itu harus diwujudkan bersama,” ujarnya.
Melalui kolaborasi antara warga, pemerintah desa, Tim Ekspedisi Patriot, dan Universitas Padjadjaran, Polewali Mandar berdiri sebagai kawasan yang siap menjadi pusat kebangkitan kakao nasional—tempat di mana masa depan coklat Indonesia mulai ditata dengan serius. (rls)












