Oleh: Ninis (Aktivis Muslimah Balikpapan)
Dispensasi nikah dini di Paser terbilang masih tinggi, bahkan mayoritas disebabkan karena kehamilan atau married by accident (MBA). Mirisnya, kasus pernikahan dini di Paser ini jadi yang tertinggi di Kaltim beberapa tahun terakhir.
Fenomena tersebut tidak hanya menjadi persoalan sosial semata. Namun, juga akan berdampak serius terhadap kesehatan generasi muda, termasuk meningkatkan risiko stunting dan kekerasan seksual terhadap anak.
Patut diketahui, angka pernikahan dini di Kabupaten Paser pada 2024 ada 109 kasus pernikahan dini atau di bawah umur terjadi. Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Paser merilis. (kaltimpost.jawapos.com).
Pelajar yang seharusnya fokus belajar dan menuntut ilmu justru banyak yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KtD). Lantas, kenapa tiap tahun kasus dispensasi nikah dini disebabkan kehamilan marak terjadi dan bagaimana sistem pergaulan dalam Islam mencegah pergaulan bebas?
Marak Pergaulan Bebas
Sungguh miris ternyata penyebab pernikahan dini mayoritas dikarenakan kecelakaan atau married by accident (MBA). Ini menunjukkan rusaknya pergaulan anak-anak remaja yang menormalisasi seks bebas.
Jika ditelisik lebih dalam persoalan tersebut, terdapat tiga akar masalah. Pertama, para pelajar belum siap untuk berumah tangga termasuk mengurus anak. Kedua, media dan lingkungan menjadi stimulan syahwat anak menjadi tidak terkendali, alhasil anak-anak terpapar media yang sering menyajikan pornografi-pornoaksi.
Ketiga, negara pun belum menetapkan aturan pergaulan hingga melarang zina, termasuk melarang mendekati zina. Jika ketiga hal tersebut tidak dicegah akan berdampak pada remaja terlibat pergaulan bebas, bahkan sampai hamil di luar nikah.
Dari kehamilan itulah, tak sedikit berakhir dengan pernikahan, dispensasi nikah dini dianggap sebagai solusi tuntas. Jikalau tidak menikah ada yang memilih untuk melakukan aborsi. Bahkan, tidak sedikit yang setelah aborsi, ibunya meregang nyawa.
Meskipun pernikahan dini yang dilakukan sebagian remaja karena memang ingin menjaga agamanya dan sudah siap bertanggung tanggung jawab sebagai suami istri. Namun, di sisi lain juga ada yang menikah dini karena sering terpapar pornografi-pornoaksi, sedangkan mereka belum siap secara mental untuk memikul tanggung jawab sebagai suami istri.
Sejatinya, akar persoalan maraknya pergaulan bebas hingga mengakibatkan kehamilan dikarenakan paham kebebasan (liberalisme) yang diadopsi dari Barat. Padahal, ide kebebasan lahir dari rahim ideologi kapitalisme sekuler.
Tak ayal, pernikahan dini satu sisi dipandang sebagai masalah, namun disisi lain dispensasi nikah dijadikan solusi untuk menutupi kehamilan, bukan sebagai hukuman dengan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku zina terlebih usianya sudah baligh.
Islam Mencegah Pergaulan Bebas
Pernikahan menurut hukum Islam adalah ikatan yang sakral dan akad yang sangat kuat (mitsaqqan ghalizhan) untuk menaati perintah Allah. Sehingga melaksanakan pernikahan pun merupakan ibadah, bahkan dikatakan menyempurnakan agama.
Mengutip sabda Rasulullah dari Mutafaqqun’alaih, “Dari Anas bin Malik ra., bahwasanya Nabi saw. memuji dan menyanjung-Nya. Beliau bersabda, ‘Tetapi aku pun salat, tidur, puasa, berbuka, dan menikahi wanita-wanita. Siapa yang tidak suka dengan sunahku, maka ia tidak mengikuti jalanku.”
Pernikahan juga memiliki tujuan dalam Islam yakni membentuk keluarga sakinah, mawadah dan rahmah (Samara) yaitu keluarga tenteram dan saling berkasih sayang karena Allah agar keturunannya lestari dalam ketakwaan.
Sebagaimana dalam QS Ar-Rum ayat 21, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
Ketika memandang persoalan pernikahan dini harus dari sudut pandang yang benar yakni sesuai dengan hukum syarak. Artinya, bukan sekadar menyalahkan pernikahan dini dan membatasi usia nikah. Namun juga harus diperhatikan apa yang menjadi akar masalahnya dan solusi apa yang harus dilakukan.
Untuk itu, diperlukan beberapa solusi yang menjadi perhatian negara. Pertama, kurikulum di sekolah dan pendidikan keluarga dibuat guna menyiapkan anak yang sudah balig agar mampu menanggung taklif hukum yang menjadi tanggung jawabnya. Kurikulum PAI (dari SD, SMP, SMA) harus membahas tentang pernikahan dan aturan pergaulan sesuai Islam. Pemerintah wajib menyiapkan kematangan anak agar siap menikah, bahkan seharusnya memberi kemudahan menikah.
Selanjutnya, terkait dengan pengaturan sistem pergaulan laki-laki dan perempuan terdapat dalam buku Nizham Ijtima’i fil Islam karangan Syekh Taqqiyudin An-Nabhani. Beliau menjelaskan dalam ajaran Islam Allah mewajibkan menutup aurat, melarang khalwat, melarang komunikasi yang tidak ada kebutuhan syar’i antara keduanya, juga mewajibkan untuk menundukkan pandangan, melarang pacaran dan pergaulan bebas.
Kedua, media dalam Islam seharusnya menjadi media edukasi bagi masyarakat. Artinya, media mendidik dan menjadikan masyarakat makin bertakwa, bukan malah mempertontonkan pornografi-pornoaksi yang menstimulan nafsu seks makin membuncah, terlebih remaja yang mengalami masa pubertas.
Oleh karena itu, negara harus melarang segala bentuk pornoaksi-pornografi dan segala hal yang mendekati zina. Ketika ada yang melanggar, harus mendapat sanksi yang menjerakan.
Sebagaimana dalam QS Al-Isra ayat 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Ketiga, negara wajib menetapkan aturan pergaulan dan haramnya perbuatan zina, larangan mendekatinya, serta memberikan sanksi sesuai Islam dengan beberapa ketentuan berikut:
Bagi pezina yang belum menikah, wajib didera seratus kali cambuk dan diasingkan selama setahun, berdasarkan QS An-Nur ayat 2, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Kemudian bagi pezina yang sudah menikah, maka di hukum rajam hingga mati. “Berdasarkan hadis Rasulullah saw. bahwa ada seorang laki-laki berzina dengan perempuan. Nabi saw. memerintahkan menjilidnya. Kemudian ada kabar bahwa ia sudah menikah (muhshan), maka Nabi saw. pun memerintahkan untuk merajamnya.”
Demikian penjagaan Islam dalam mencegah pergaulan bebas yang menjadi akar permasalahan kerusakan generasi. Sudah saatnya negara mengevaluasi sistem pergaulan ala barat yang sekuler liberal dan menggantinya dengan sistem pergaulan Islam. Wallahualam bissawab. (*)