OPINI-Pemilihan umum (Pemilu) merupakan tonggak penting dalam demokrasi yang memberikan masyarakat hak untuk memilih pemimpin dan perwakilan yang akan mengatur kehidupan bernegara. Namun, momen yang seharusnya menjadi pesta demokrasi ini kerap tercoreng oleh praktik-praktik curang, salah satunya adalah serangan fajar.
Istilah ini merujuk pada kegiatan pemberian uang atau barang kepada pemilih dengan tujuan memengaruhi pilihan mereka, biasanya dilakukan menjelang hari pemungutan suara. Praktik ini bukan hanya merusak integritas demokrasi, tetapi juga melemahkan nilai-nilai keadilan, transparansi, dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik.
Dampak Serangan Fajar pada Demokrasi
Serangan fajar menciptakan ketidakadilan dalam proses demokrasi. Alih-alih memilih berdasarkan visi, misi, dan kemampuan kandidat, pemilih diarahkan untuk memilih berdasarkan keuntungan material sesaat.
Hal ini mengakibatkan terpilihnya pemimpin yang tidak kompeten dan merusak kredibilitas pemerintahan. Nelson Mandela, tokoh perjuangan demokrasi dunia, pernah menekankan bahwa pemilu yang bebas dan adil adalah fondasi masyarakat demokratis.
Serangan fajar mengkhianati prinsip ini. Selain itu, Kofi Annan, mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga menegaskan bahwa keadilan dalam pemilu adalah kunci stabilitas dan perdamaian. Ketika masyarakat melihat pemilu sebagai ajang manipulasi, kepercayaan terhadap sistem politik melemah, yang berujung pada meningkatnya apatisme politik.
Perspektif Agama: Menolak Praktik Haram
Dari sudut pandang agama, terutama dalam Islam, serangan fajar tergolong dalam praktik risywah (suap), yang hukumnya haram secara mutlak. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Pemberi suap dan penerima suap akan masuk neraka” (Ibnu Hibban, no. 5077).
Praktik ini tidak hanya merusak nilai-nilai kejujuran dan integritas individu, tetapi juga berkontribusi pada terbentuknya budaya korupsi dalam masyarakat.
Ketika uang menjadi alat utama untuk memengaruhi suara, proses politik kehilangan moralitasnya. Agama mengajarkan umatnya untuk memilih berdasarkan hati nurani, mempertimbangkan kualitas dan kapasitas kandidat, bukan karena tekanan atau imbalan material. Dengan demikian, menolak serangan fajar tidak hanya menjadi kewajiban moral, tetapi juga kewajiban agama bagi masyarakat yang beriman.
Peran Anak Muda Menangkal Serangan Fajar
Anak muda memiliki peran sentral dalam melawan praktik serangan fajar. Berdasarkan estimasi Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemuda di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 64,16 juta jiwa atau sekitar 23,18% dari total penduduk Indonesia.
Dengan jumlah populasi yang besar dan pengaruh yang signifikan, generasi muda memiliki potensi luar biasa untuk menjadi kekuatan utama dalam membangun demokrasi yang sehat dan berintegritas.
Berikut adalah beberapa cara anak muda dapat berkontribusi dalam melawan praktik serangan fajar:
Anak muda memiliki peran krusial dalam menjaga integritas demokrasi, terutama dalam melawan praktik serangan fajar yang kerap mencoreng pesta demokrasi.
Generasi muda yang akrab dengan media sosial dapat memanfaatkan platform ini untuk menyebarkan kesadaran tentang pentingnya pemilu yang jujur. Melalui konten kreatif seperti infografis yang menarik, video pendek yang informatif, hingga kampanye daring yang menggugah, anak muda mampu membuka mata masyarakat tentang dampak buruk dari serangan fajar. Edukasi semacam ini tidak hanya membantu masyarakat memahami bahaya imbalan sesaat, tetapi juga menginspirasi mereka untuk menjaga suara dengan hati nurani.
Selain mengedukasi, anak muda juga dapat berkontribusi langsung dengan menjadi relawan pemilu. Peran ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk berada di garis depan dalam menjaga kejujuran pemilu. Sebagai pengawas independen, mereka dapat memastikan proses pemilu berjalan sesuai aturan.
Sementara itu, melalui keterlibatan dalam program edukasi pemilih, anak muda dapat mengarahkan masyarakat untuk memilih berdasarkan visi dan misi kandidat, bukan karena tekanan atau uang. Kehadiran generasi muda di lapangan tidak hanya mencegah kecurangan, tetapi juga memberikan sinyal bahwa mereka peduli dan aktif menjaga demokrasi.
Namun, kontribusi ini tidak akan maksimal tanpa adanya kesadaran akan pentingnya membangun budaya anti-korupsi. Anak muda harus menjadi contoh nyata dalam menolak segala bentuk suap, termasuk dalam konteks pemilu. Ketika mereka menanamkan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, mereka ikut membentuk lingkungan politik dan sosial yang lebih sehat. Budaya anti-korupsi ini akan menjadi pondasi yang kokoh untuk masa depan demokrasi Indonesia yang lebih bersih dan berintegritas.
Langkah penting lainnya adalah menggunakan hak pilih secara bijak. Anak muda perlu memahami bahwa setiap suara memiliki dampak besar terhadap masa depan bangsa. Dengan memilih berdasarkan kapasitas, integritas, dan visi kandidat, mereka tidak hanya mendukung demokrasi yang sehat, tetapi juga memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar mampu membawa perubahan. Kesadaran ini akan menginspirasi generasi muda lainnya untuk tidak tergoda oleh imbalan material yang hanya membawa kerugian jangka panjang.
Membangun Demokrasi yang Berkelanjutan
Pemilu bukan sekadar mekanisme memilih pemimpin, tetapi juga refleksi dari nilai-nilai sebuah bangsa. Serangan fajar adalah ancaman nyata yang dapat menghancurkan demokrasi dari dalam. Oleh karena itu, perjuangan melawan praktik ini harus melibatkan semua pihak, termasuk anak muda.
Dengan menolak serangan fajar, memupuk integritas, dan memilih pemimpin berdasarkan kualitas, masyarakat dapat menciptakan demokrasi yang lebih kuat dan berkelanjutan. Anak muda, sebagai harapan bangsa, memegang kunci untuk membangun masa depan yang lebih cerah. Mereka bukan hanya pemilih, tetapi juga agen perubahan yang mampu membawa bangsa menuju demokrasi yang bermartabat dan berkeadilan.
Pemilu bukan hanya sekadar memilih pemimpin; ia adalah sarana untuk membangun bangsa yang berkeadilan dan bermartabat. Dengan menolak serangan fajar dan memupuk integritas, kita dapat menciptakan demokrasi yang lebih kuat, adil, dan berkelanjutan untuk generasi mendatang. (*)
Opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan