SOPPENG, PIJARNEWS.COM – Peran komunitas Pasere yang bergerak dalam bidang tour guide budaya dan sejarah kembali menjadi tumpuan penting dalam pelestarian budaya di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
Kali ini, Pasere menjadi Tour Guide ratusan mahasiswa dari dua komunitas dan organisasi besar dari IAIN Parepare. Meliputi FORBES (Forum Beasiswa) IAIN Parepare dan UKM Seni ANIMASI (Aliansi Mahasiswa Seni), yang melakukan eksplorasi budaya di berbagai situs sejarah dan wisata budaya di Soppeng.
Camp Intelektual FORBES IAIN Parepare mengusung tema Tour Budaya: Menapaki Jejak Leluhur, Merajut Harmoni Budaya di Sao Mario Soppeng, serta Wisata Budaya UKM Seni ANIMASI mengusung tema Explorasi Budaya Lokal Ri Wanua Latemmamala dalam Mewujudkan Sikap Wasathiyah.
Masing-masing kegiatan berlangsung selama tiga hari, sejak tanggal 30 Mei hingga 1 Juni 2025 di Kabupaten Soppeng.
Kegiatan ini tidak hanya sekadar wisata, tetapi menjadi momen penting dalam menguatkan identitas budaya dan memperkenalkan nilai-nilai kearifan lokal kepada generasi muda.
Komunitas Pasere tidak hanya berperan sebagai pemandu wisata, melainkan juga sebagai penjaga narasi budaya sekaligus penguat identitas generasi muda.
Riady Bachtiar kali ini menjadi tour guide dari Komunitas Pasere, mendampingi dua kelompok mahasiswa dalam program eksplorasi budaya.
Sekitar 323 peserta dari FORBES berfokus pada penelusuran di Sao Mario atau Bola Seratue.
Lokasi ini menghadirkan miniatur rumah adat dari empat etnis besar Sulawesi Selatan berbahasa daerahnya sendiri.
Seperti sao dalam bahasa Bugis, Boyang dalam bahasa Mandar, Balla dalam Bahasa Makassar, dan Tongkonan dalam Bahasa Toraja, dimana artinya sama yaitu rumah.
Sao Mario , boyang, balla, dan tongkonan, yang masing-masing berarti rumah.
Di dalam rumah adat Bugis, peserta melihat berbagai benda peninggalan sejarah baik dari dalam wilayah Sulawesi maupun dari luar negeri dengan ceritanya masing-masing.
Serta adapula artefak lokal hingga koleksi senjata dari masa purba hingga era penjajahan Belanda, yang memiliki nilai historis tinggi.
Sementara itu, UKM Seni ANIMASI bersama UKM Seni SENRITA yang masing-masing terdiri atas 70 mahasiswa dan 15 mahasiswa dalam Wisata budaya kali ini.
Mereka mengunjungi sepuluh titik budaya, salah satunya ialah mengunjungi Patung Bunda Maria yang hanya satu di Indonesia. Asli dari Vatikan (Roma), berada di Gereja Tua Paroki Santa Perawan Maria Bunda Pengaharapan Suci Soppeng.
Lokasi lain yang dikunjungi adalah Masjid Kuna Bila, masjid tertua di Soppeng sebagai simbol masuknya Islam di wilayah tersebut.
Beberapa situs bersejarah lain yang dikunjungi meliputi Bola Ridie, Allamungan Batu, Kompleks Makam Jera Lompoa, Villa Yuliana, Taman Kalong, Megalitik Tinco 1 & 2, dan Kompleks Makam Petta Djangko. Perjalanan ditutup kembali di Sao Mario.
Riady Bachtiar menegaskan bahwa peran Komunitas Pasere jauh lebih dari sekadar pendamping teknis atau pencerita sejarah.
Pendampingan yang dilakukan merupakan usaha untuk menghubungkan nilai dan identitas antar generasi.
Generasi muda, khususnya mahasiswa, harus selalu mengingat adat dan budaya asalnya. Budaya merupakan pedoman hidup yang penting.
Selain itu, mereka perlu mempelajari budaya lain agar mampu melangkah ke masa depan dengan lebih siap, pesannya pada FORBES dan mahasiswa lainnya.
Pendekatan khas dan narasi hidup yang dibawakan Yayasan Pasere membuktikan bahwa pendampingan tidak sekadar menemani, melainkan juga membimbing.
Pasere menjadi penghubung antara masa lalu dan masa depan, antara tempat dan makna. Di saat sejarah kerap dipandang sebagai sesuatu yang usang, Pasere menunjukkan bahwa budaya tetap dapat hidup, asalkan ada yang bersedia menjaganya.
Sebagai tour guide FORBES, Riady juga berharap generasi muda apalagi mahasiswa seperti ini tetap harus selalu mengingat identitas mereka, yakni adat budaya mereka sendiri.
Agar mereka memiliki pedoman dalam menjalani hidupnya dan juga perlu mempelajari budaya orang lain sebagai bekal mereka untuk bisa melangkahkan kaki jauh kedepan lagi.
“Harapan ku mari kita saling menjaga, sipakatau, sipakainge nenniae topa sipakalebbi,” harap Riady dalam bahasa Bugis yang berarti saling memanusiakan, saling mengingatkan, dan kita ada untuk saling menghargai.
Sementara itu, sebagai tour guide untuk UKM Seni ANIMASI, Riady pun sangat bersyukur dengan adanya kegiatan seperti wisata budaya ini.
Karena dengan kegiatan seperti ini mereka bisa berkunjung, berwisata sekaligus belajar dan mengeksplore beberapa warisan” kebudayaan yang merupakan harta peninggalan yang patut kita jaga dan arsipkan.
Menurutnya tiada gunanya sebuah cerita tanpa sebuah bukti perwujudan atau jejak peninggalan.
“Semoga kegiatan seperti ini tetap ada kedepannya agar generasi muda terus berkembang dan tidak melupakan sejarah nenek moyangnya yg menjadi warisan untuk pedoman masa depannya,” harap Riady.
Riady menutup kesannya dengan sebuah petuah berbahasa bugis “Narekko tennia idi pigaui, niga riparennuangi, sabana deceng ripammulai pi napijajiang i wassele,” yang artinya Jika bukan kamu yang melakukannya, lalu siapa yang akan diharapkan. Karena kebajikan harus dimulai dulu kemudian memberikan manfaat,” ungkap Riady Bachtiar. (*)
Reporter: Rizkyanti