OPINI: Ada satu sabda Nabi Muhammad Saw yang sangat pendek namun menjadi kunci moral dalam kehidupan manusia. Aisyah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِنَّ أَجْرَكِ عَلَى قَدْرِ نَصَبِكِ
“Sesungguhnya pahala itu sesuai dengan kadar lelah (pengorbanan) yang dikeluarkan.”
(HR. Muslim, No. 1211)
Hadis ini mengajarkan hikmah mendalam: kemuliaan seseorang tidak diukur dari hasil yang ia capai, tetapi dari seberapa besar lelah dan pengorbanan yang ditempuh di jalan kebaikan.
Dalam pandangan Islam, lelah adalah tanda cinta kepada Allah dan sesama manusia.

Makna Lelah yang bernilai pahala
di tengah zaman serba cepat dan kompetitif, banyak orang menganggap lelah sebagai tanda kelemahan. Padahal, Rasulullah Muhammad Saw justru mengajarkan sebaliknya: lelah adalah ukuran keikhlasan dan perjuangan. Semakin besar lelah seseorang karena kebaikan, semakin besar pula pahalanya di sisi Allah.
Lelah karena kebaikan bukan sekadar kerja keras fisik, tetapi juga perjuangan batin: melawan malas, menahan amarah, menjaga amanah, dan menunaikan tanggung jawab dengan kesungguhan. Dalam setiap ujian kesabaran, ada ruang pahala yang tidak terlihat mata manusia, namun dicatat dengan sempurna oleh Allah.
Para pahlawan bangsa memahami makna itu jauh sebelum modernitas memformalkannya. Mereka berjuang dalam keterbatasan dan penderitaan, bukan demi nama, tetapi demi kemerdekaan dan martabat manusia. Mereka rela lapar, luka, dan kehilangan, dengan keyakinan bahwa Allah menilai perjuangan, bukan kenyamanan.
Namun kepahlawanan tidak berhenti di masa perang. Ia hidup dalam kehidupan sehari-hari, di ruang kelas guru yang setia di pelosok, di rumah sakit tempat perawat berjaga semalam suntuk, di ladang tempat petani bekerja jujur, dan di rumah tempat ibu mendidik anak dengan kasih sayang. Semua lelah itu berpahala besar, sebab setiap tetes keringat yang lahir dari cinta kepada kebaikan adalah ibadah.
Kepahlawanan dalam Pandangan Bugis
Masyarakat Bugis menyimpan kearifan luhur yang sejalan dengan spirit hadis tersebut. Dua nilai utama yang menjadi jantung moralitas Bugis adalah siri’ dan pesse (kadang disebut pacce).
Siri’ berarti harga diri dan kehormatan moral yang wajib dijaga dengan segala pengorbanan. Sementara pesse bermakna rasa empati mendalam terhadap penderitaan orang lain. Seseorang disebut tau deceng atau orang baik, apabila ia mampu menjaga kehormatan dirinya dengan berbuat benar sekaligus memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Dalam pandangan Bugis, kepahlawanan bukan tentang menang atau kalah, tetapi tentang keberanian menanggung lelah demi menjaga siri’ na pesse. Prinsip assituruseng (saling membantu) dan sibali’ pammase (saling memberi kasih sayang) menegaskan bahwa kebajikan tidak lahir dari kekuatan, tetapi dari solidaritas dan empati.
Etos kerja Bugis dikenal dengan pepatah yang masyhur: Reso temmangingngi namalomo naletei pammase dewata, hanya dengan kerja keras yang pantang menyerah, rahmat Tuhan akan turun.
Pepatah ini menegaskan hubungan langsung antara kerja keras dan berkah ilahi. Lelah, dalam konteks ini, bukan tanda keletihan semata, tetapi wujud pengabdian kepada Tuhan. Bagi orang Bugis, hidup yang tidak lelah berjuang demi kebaikan adalah hidup yang kehilangan makna siri’.
Pada masa lalu, pahlawan Bugis seperti Sultan Hasanuddin dan La Maddukelleng berjuang melawan penjajahan fisik. Kini, perang telah berubah bentuk: bukan lagi perang bersenjata, tetapi perang moral dan spiritual.
Musuh bangsa saat ini bukan kolonialisme asing, melainkan kolonialisme dalam diri, ketidakjujuran, korupsi, intoleransi, dan kehilangan nurani. Maka, pahlawan masa kini adalah mereka yang berjuang di ruang-ruang moral: guru yang menanamkan kejujuran, ulama yang menuntun umat dengan hikmah, jurnalis yang menulis kebenaran, atau pejabat yang menjaga integritas di tengah godaan kekuasaan.
Mereka tidak berperang dengan senjata, tetapi menanggung lelah yang sama beratnya: lelah menjaga nurani, lelah menolak godaan, lelah mempertahankan kebenaran. Nilai siri’ membuat mereka enggan menodai amanah, dan pesse membuat mereka tidak tega melihat ketidakadilan.
Dalam catatan manusia, mereka mungkin tidak disebut “pahlawan nasional.” Namun dalam catatan Allah, mereka termasuk golongan yang mulia. Karena ukuran pahala tidak diukur oleh publikasi, tetapi oleh kesungguhan hati.
Hadis Aisyah ra. memberi ketenangan bagi siapa pun yang berjuang tanpa disorot publik: tidak ada lelah yang sia-sia jika dilakukan karena Allah. Setiap langkah yang berat, setiap sabar yang tertahan, setiap pengorbanan yang tulus, semuanya tercatat sebagai pahala besar.
Budaya Bugis pun menegaskan dimensi spiritual yang sama dalam ungkapan: Malilu sipakainge, mappesona ri dewata. Jika seseorang keliru, hendaklah saling mengingatkan, karena akhirnya semua akan kembali kepada Tuhan.
Ungkapan ini mencerminkan kepahlawanan yang kolektif, tidak ada pahlawan tanpa masyarakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kasih sayang. Kepahlawanan sejati tidak diukur dari siapa yang paling kuat, tetapi siapa yang paling peduli.
Menjadi pahlawan tidak harus viral, populer, atau bergelar. Cukup berani menanggung lelah di jalan kebaikan. Guru yang mengajar dengan cinta, mahasiswa yang gigih menuntut ilmu, petani yang menjaga tanahnya dengan jujur, hingga birokrat yang menolak suap, semua adalah pahlawan yang berpahala besar.
Islam dan budaya Bugis berpadu dalam nilai yang sama: pahlawan adalah mereka yang lelah karena cinta. Rasulullah Muhammad Saw menegaskan bahwa pahala sebanding dengan lelah, sedangkan Bugis meyakini bahwa kehormatan sebanding dengan kerja keras dan empati.
Keduanya menyampaikan pesan moral lintas zaman: bangsa hanya akan hidup jika warganya mau menanggung lelah demi kebaikan bersama. Karena pahlawan sejati bukanlah mereka yang dikenang dengan patung, tetapi mereka yang terus hidup melalui nilai, akhlak, dan teladan. Dan di setiap peluh yang jatuh karena keikhlasan, di sanalah Tuhan menanam pahala yang tidak akan hilang, pahala yang menjadikan manusia bukan hanya besar di dunia, tetapi juga mulia di sisi-Nya. (*)












