Oleh: Mujahidah Munawir
(Ketua Prodi Pendidikan Fakultas Tarbiyah IAIN Parepare)
Kementerian Agama (Kemenag) RI adalah amanah founding fathers bangsa. Didirikan sebagai bagian konsensus kebangsaan atas pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dinamika pendiriannya melalui perjuangan yang cukup panjang dan alot.
Usulan pembentukan Kementerian Agama kali pertama dilontarkan oleh Muh Yamin pada sidang Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tertanggal 11 Juli 1945. Ide tersebut diusulkan Muh Yamin seiring diamandemennya Piagam Jakarta sebagai konstitusi negara dan mengubahnya dengan Pancasila.
Muh Yamin salah satu tokoh perumus Piagam Jakarta dan juga Pancasila. Salah satu tokoh dari 68 orang tokoh yang tercatat sebagai Founding Fathers bangsa Indonesia. Bahkan BJ. Boland dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia menyebut “The Pancasila was in fact a creation of Yamin’s and not Soekarno’s.” Itu karena rumasannya tentang Pancasila sama dengan rumusan Sukarno.
Muh Yamin kembali menyuarakan ide tentang pembentukan Kementerian Agama pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945. Dua hari pasca Soekarno Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Sidang PPKI ini membahas pembentukan susunan pemerintahan (kementerian/departemen) NKRI. Sidang ini kembali tidak menyetujui Kementerian Agama.
Menjelang akhir tahun 1945, dalam sidang pleno Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) yang merupakan cikal-bakal parlemen atau DPR, tokoh-tokoh Islam kembali menggaungkan gagasan tersebut. Atas kebijaksanaan dari Presiden dan Wakil Presiden RI, Sukarno – Hatta sidang KNIP secara bulat aklamasi menyetujui dibentuknya Kementerian Agama RI. Presiden RI melegesi lembaga tersebut melalui ketetapan nomor 1/S.D tertanggal 3 Januari 1946.
H.M. Rasjidi ditunjuk sebagai Menteri Agama pertama. Dalam pidato perdananya, Menag Rasjidi menegaskan, tujuan berdirinya kementerian ini adalah untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya. Artinya, agama yang dilindungi dan diperhatikan Kemenag bukan hanya Islam, juga agama-agama lain yang diakui di Indonesia.
Tugas Kebangsaan
Kehadiran Kementerian Agama dalam nomenklatur pemerintahan RI menegaskan bahwa NKRI bukan negara agama. Bukan pula negara sekuler atau pun negara komunis. Indonesia bukan penganut paham yang memisahkan urusan agama dan negara. Tetapi bukan pula negara yang meninggalkan agama secara total seperti pahamnya bangsa komunisme. Tapi, Indonesia tempat bersemainya agama-agama.
Kementerian Agama menjadi simbol negara dalam urusan keagamaan di Indonesia. Melalui kementerian ini, negara mengejawantahkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai idiologi bernegara. Pasal 29 ayat 1 menyebutkan negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan yang ditanamkan dalam UUD 1945 merupakan perwujudan dari pengakuan keagamaan. Oleh karena itu, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 29 ayat 2).
Amanah dalam Pasal 29 UUD 1945 adalah tugas kebangsaan yang harus diwujudkan oleh Kementerian Agama RI. Indonesia adalah negara yang majemuk dengan ragam ras dan agama. Ber- bhinneka tunggal ika, berbeda-beda tetap satu kesatuan dalam NKRI. Kementerian Agama harus membangun kehidupan sosial keberagamaan Indonesia yang rukun, toleran, dan harmonis.
Tidak Butuh Negara Islam
Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Sekitar 85% dari sekitar 280 juta jiwa penduduknya. Jumlah ini adalah yang terbesar diantara negara-negara berpenduduk Islam lainnya di dunia. Umat Islam memiliki peran signifikan dalam memerdekakan dan mempertahankan NKRI dari tangan penjajah bangsa Eropa selama ratusan tahun lamanya.
Karena jasa itu, pada awal perumusan idiologi negara, sebagian umat Islam Indonsia berkehendak menjadikan Islam sebagai dasar negara. Namun karena jiwa patriotisme para tokoh Islam, mereka yang tergabung dalam BPUPKI mereduksi kesepakatan Piagam Jakarta dengan menghilangkan kalimat “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dalam Pancasila.
Tanpa menyebutnya sebagai negara Islam, Indonesia sudah identik dengan Islam. Indonesia sudah me- Islam dan Islam sudah me- Indonesia. Ajaran-ajaran Islam sudah teraktualisasi dan teradopsi dalam konstitusi negara pada berbagai aspek. Mulai dari masalah pendidikan, perkawinan, zakat, haji, perbankan, sampai kepada urusan makanan halal dan kematian sudah terugulasi dengan baik dalam hirarki perundang-undangan.
Secara sosial budaya, nilai-nilai Islam menjadi corak kultur masyarakat Indonesia. Contoh kasat mata, masalah busana dan berpakaian. Jilbab sebagai cara berpakaian muslimah menjadi trendi dalam masyarakat Indonesia. Dari sisi ekonomi, teori ekonomi Islam mulai melembaga. Bahkan berbagai syariat Islam dalam beribadah mampu mengkonstruksi budaya masyarakat. Misalnya kewajiban shalat yang berimplikasi pada pembangunan masjid dengan berbagai konstruksinya.
Jadi Islam di Indonesia tidak membutuhkan lagi negara Islam. Secara subtatif, Islam menjadi bagian tak terpisah dari ibu pertiwi. Tidak ada keraguan dalam hal itu. Tanggung jawab umat Islam adalah memilihara dan mempertahankan NKRI. Allahu ‘alam bisshawab. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.