OPINI-“Apa yang patut kita kenang dari 2022 yang segera kita tinggalkan? Banyak. Ada yang menggembirakan, tidak sedikit pula yang kurang menyenangkan.”
Demikianlah cuitan dari akun twitter Presiden Jokowi di awal tahun, kini tak terasa 2023 sudah hampir memasuki akhir Januari. Bukan hanya individu tapi negara pun punya resolusi yang ingin dicapai agar lebih baik lagi dibanding tahun sebelumnya. Apa kabar negari ini, agaknya yang ditulis oleh Presiden Jokowi tadi cukup menggambarkan kondisi sebelumnya bahwa, tidak sedikit pula yang kurang menyenangkan.
Nyatanya memang benar, berbagai permasalah telah menimpa negeri ini, belum usai pandemik akan muncul lagi resesi yang digadang-gadang akan menjadi tahun kegelapan akibat krisis ekonomi dan pangan. Belum kita selesai bernapas panjang, muncullah beragam kasus di awal tahun, seperti kasus ratusan pelajar di Ponorogo yang hamil di luar nikah hingga MUI mengatakan kita telah gagal mendidik anak.
Ada lagi kasus narkoba yang terus mencengangkan hingga hari ini tak tampak solusinya bagi bandar juga pengedar. Sebut saja fakta yang disampaikan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo, ia menjelaskan jumlah kejahatan tindak pidana narkoba sepanjang 2022 sebanyak 39.709. Lebih ngerinya lagi pada tahun 2022 Polri berhasil melakukan asset tracing senilai Rp131,1 miliar terhadap para pelaku narkoba.
Rentetan masalah yang dialami pada tahun 2022 tampaknya memberi PR besar pada tahun 2023, bahkan bisa jadi masalah ini akan membawa negeri ini pada titik krisis. Alih-alih pemangku kebijakan sibuk memikirkan nasib rakyat, mereka justru getol mengeksiskan diri demi menyambut pemilu 2024, posisi-posisi penting dalam pemerintahan harus diduduki agar mampu menjunjung kebijakan kemaslahatan rakyat.
Sayangnya, apa yang menjadi tumpuan harapan tidak bisa terwujud, sebagai sebuah sistem pemerintahan demokrasi kapitalisme terus menampakkan wajah kegagalan dengan masif memupuk masalah tanpa solusi paripurna. Bila setiap tahun kita selalu berharap menjadi lebih baik namun tetap berpijak pada sistem ini, agaknya harapan tentang kemakmuran, kesejahteraan, keadilan, pemenuhan hak-hak setiap individu bagai mimpi di siang bolong.
Satu pernyataan dari John Adams (Presiden ke-2 Amerika) yang mengatakan demokrasi tidak akan bertahan lama. Ia akan segera terbuang, melemah, dan membunuh dirinya sendiri. Demokrasi pasti akan bunuh diri sendiri. Demokrasi akan segera memburuk menjadi anarki.
Bila apa yang disampaikan oleh John Adams belum cukup, pernyataan dari Plato ini bisa sedikit menyentil. Ia mengatakan bahwa demokrasi itu penuh sesak dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara dan setiap orang bisa berbuat sesuka hatinya. Kebebasan yang berlebihan seperti itulah yang membawa bencana bagi negara dan warganya, karena kebebasan yang demikian itu akan melahirkan anarki dan dari anarkilah tirani tercipta. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa sesungguhnya demokrasilah yang telah menyebabkan dan meransang terciptanya tirani.
Pernyataan dari dua tokoh tadi setidaknya memberikan kita gambaran mengenai sistem demokrasi yang masih diharapkan. Bukankah negara super power Amerika hari ini yang terkenal sebagai pengusung terkuat dari sistem ini juga terlihat kewalahan dalam menghadapi permasalahan.
Sejatinya tidak bisa dipungkiri bahwa permasalahan akan terus bergolak selama aturan yang diambil adalah aturan manusia. Selesai satu persoalan namun persoalan lain muncul lantas dibuatkan aturan lagi sementara kebebasan manusia fatal bila dibatasi, demikianlah lingkaran itu akan terus berputar tanpa bisa diputus.
Tapi jangan berkecil hati, ada satu solusi yang bisa dipertimbangkan dan diambil, yaitu kembali pada Islam dan menerapkan hukum-hukumnya, membiarkan syariat Islam mengatur urusan bermasyarakat dan bernegara. Terbukti selama 1.300 tahun lamanya kepemimpinan Islam mampu mewujudkan apa yang diharapkan, kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan dirasakan oleh seluruh kalangan. Baik dari segi kesehatan, ekonomi, sosial, dan pendidikan.
Dari segi pendidikan, bisa dilihat potretnya pada Madrasah al-Muntashiriah di kota Baghdad, para siswa mendapatkan beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kebutuhan dan keperluan mereka turut dijamin oleh negara. Dengan begitu mereka akan berupaya fokus pada pendidikan. Dari sisi pergaulan dengan lawan jenis Islam turut menetapkan aturan jelas yang membuat pemuda tidak akan bablas apalagi muncul kasus seperti hamil di luar nikah.
Belum lagi para pelaku kejahatan, Islam telah memberikan aturan tegas dan menjerakan sehingga tak akan ada yang berani ingin melakukan kesalahan yang sama. Aturan Islam adalah aturan yang berasal dari Sang Pencipta, yang tidak akan bisa diatur-atur ulang dengan dirunding, para pemimpin pun, mereka tidak bisa dibeli apalagi diiming-imingi materi berlimpah sebab keimanan mereka pada Allah adalah pijakan utama dalam memerintah dan mengurus rakyat.
Oleh karena itu mengharapkan revolusi 2023 untuk Indonesia tak ada salahnya bila melirik sistem pemerintahan Islam dan kembali menerapkannya secara sempurna dalam sendi-sendi kehidupan. Bukankah dengan menerapkan aturan-aturan yang tetapkan Sang Pencipta akan mendatangkan kemakmuran dan mengundang keberkahan sebagaimana disampaikan QS. Al-A’Araf: 96.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” Wallahu ‘alam bishowab. (*)
Opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.