Penulis : Muhammad Arman Mannahawu
(Mantan Ketua KNPI Makassar)
PIJAR OPINI — Dari awal penanganan kasus E-KTP yang melibatkan Setya Novanto atau SN, perhatian publik terkonsentrasi, mulai dari penetapan tersangka hingga saat sang Ketua DPR RI itu terbaring sakit dan lalu memenangkan sidang praperadilan. Masyarakat Sulsel yang berfokus mengamati Pilgub pun mengalihkan perhatiannya ke kondisi internal Golkar dalam menghadapi kasus yang mendera pimpinannya. Ujian bagi partai berlambang beringin itu memang menarik ditunggu jalan akhirnya.
Di tengah hiruk-pikuk perkara SN yang menggerogoti elektabilitas Golkar, Nurdin Halid (NH), tampil sebagai tokoh sentral. Putra Bugis tersebut menunjukkan kepiawaiannya dalam mengawal Golkar di tengah masa-masa pelik. Karakter lelaki asal Sulsel yang berani dan bertanggungjawab jelas tergambar dari sosok Ketua Harian DPP Golkar tersebut. Hal itu terlihat saat NH tampil sebagai pembicara di acara salah satu TV nasional bertajuk Indonesia Lawyer Club (ILC), Selasa, 3 Oktober.
Dalam ILC, penampilan dan argumen NH benar-benar menunjukkan karakternya sebagai lelaki yang selalu seiya sekata antara ucapan dan perbuatan. Banyak yang memprediksi NH akan menepis kedekatannya dengan SN lantaran sang ketua umum sempat bermasalah dengan hukum. Namun, itu tidak dilakukan mantan Ketua PSSI itu. Mengenakan kemaja batik berwarna kuning, NH mengaku mendamping SN di ruang perawatan (dalam rangka membesuk) tatkala putusan sidang praperadilan dibacakan.
NH bahkan menyebut saat hakim tunggal membacakan putusan yang mementahkan status tersangka SN, ia turut menemani sang Ketua DPR RI melakukan sujud syukur.
Dalam forum ILC itu pula, NH menyampaikan bahwa mesti ada pemisahan cara pandang atas persoalan yang membelit SN. Permasalahan SN itu tidak ada sangkut pautnya dengan Golkar sebagai partai politik. Perkara yang membelit SN murni permasalahan hukum yang menjerat individu. Dan, SN sudah menghadapinya sesuai norma hukum yang bermuara pada lepasnya status tersangka yang sempat disematkan oleh KPK.
Dalam forum itu, NH memberikan pesan bahwa bersahabat dengan seseorang, jangan hanya melulu soal kesenangan. Tatkala kesulitan menghinggapi orang-orang di sekitar, maka itu menjadi kesempatan untuk tampil selayaknya manusia berguna yang saling membantu. Toh, semua musibah merupakan ujian, termasuk bagi orang-orang yang berada di sekitar. Ingatlah selalu bahwa mata Tuhan tidak pernah berkedip sedikit pun.
Program ILC malam itu benar-benar menjadi panggung NH memperlihatkan ketokohannya di tingkat nasional. Tidak semata karakter keberanian dan tanggungjawab ala lelaki Bugis, NH juga memperlihatkan ketulusannya dan gagasan mulianya yang tergambar dalam mimik wajahnya. Cara berpikir NH yang bijak sesekali terbalut dengan narasi tegasnya. Dia memang manusia yang berkekurangan, tapi bergelimang faedah yang mampu diwujudkannya untuk peradaban bangsa Indonesia.
Di pengujung acara, sang pemandu yaitu Karni Ilyas sempat menanyakan kepada NH soal pencalonannya di Pilgub Sulsel. NH pun mengiyakan dan memohon doa dari Karni yang spontan memberikan ucapan selamat.
Ketokohan NH di tingkat pusat, bahkan internasional memang menjadi garansi untuk kemajuan Sulsel. Langkahnya untuk pulang kampung membangun Sulsel Baru pun oleh segelintir masih menuai kritik. Beragam pertanyaan dan pernyataan muncul terkait apa untungnya NH ingin jadi Gubernur Sulsel. Kalau mau cari popularitas, tidak perlu lagi NH jadi Gubernur Sulsel mengingat ketokohannya di pentas nasional. Begitu pula bila ingin mencari uang, NH memiliki peluang itu di jejaring nasional yang dimiliki.
Dalam berbagai kesempatan, NH secara gamblang telah menjawab pertanyaan dan pernyataan miring tersebut dengan hamparan kalimat tulus untuk pengabdian. “Jangan hanya pikirkan dirimu di tengah panggilan kebangsaan. Saya di Sulsel adalah panggilan kebangsaan dan saya ingin kita semua sama-sama gelorakan hingga ciptakan kebaikan-kebaikan itu di Sulsel,” (*)