Mantan politisi di Kendari Sulawesi Tenggara itu melanjutkan, dari omset Rp120 juta tersebut, keuntungannya sekira Rp60 juta. Sehingga mendorongnya untuk terus mengembangkan usaha yang menjanjikan itu.
“Dari keuntungan Rp60 juta inilah saya coba terus menggali bisnis ini dengan baik dan menjalankan marketing yang lebih bagus lagi,” urainya.
Saat ini, usaha makanan khas tradisional Sulawesi yang dijalankan Handri terus mengalami perkembangan hingga mendirikan tujuh cabang se-Kota Parepare.
“Jadi sekarang sudah ada 7 cabang yang tersebar di Kota Parepare. Ada di Perumnas Wakke’e, Mattirotasi, depan Pasar Sumpang, depan Pasar lakessi, dan daerah Soreang,” jelasnya.
Dari 7 cabang tersebut, omset yang didapatkan Handri sekitar Rp1,5 Juta percabang setiap harinya. “Alhamdulillah sekarang sudah membuka 7 cabang se Kota Parepare. Sekarang itu omset satu cabang paling rendah Rp1,5 juta perhari,” ungkapnya.
Tidak hanya di Parepare, Alumni Pertanian Unhas itu juga berencana akan membuka cabang di Kabupaten Pinrang dengan 7 cabang. Bahkan berencana akan bersaing di Makassar. “Di Pinrang, saya rencana buka 7 cabang juga dan setelahnya akan mencoba bersaing di Makassar,” harapnya.
Bagaimana teknik penjualan yang dilakukan Handri? Ia mengaku melakukan dengan dua cara, yakni secara langsung dan melalui online dengan memanfaatkan media sosial.
“Alhamdulillah saat ini sudah dikenal banyak orang. Mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas,” ujarnya.
Impian terbesar Handri adalah menjadikan usaha kuliner jalangkote tersebut bisa menjadi makanan internasional. “Jadi makan khas ini saya harapkan bisa bersaing secara internasional sebagaimana makanan elit yang dipasarkan seperti KFC,” harapnya.