Oleh: Ahmad Yasser Mansyur, Ph.D
(Dosen Psikologi UNM, Pengurus Asosiasi Psikologi Islam (API) Sulsel, dan Pembina Pesantren Hizbul Wathan Muhammadiyah Sulsel)
Bismillah, berawal dari Alquran Surah Ali-Imran ayat 97, yang terjemahannya berikut:
Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.
Saat ini jemaah haji Indonesia mulai berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Berdasar Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) pada hari Ahad pagi (4/5/2025) tertera jumlah jemaah yang tiba di Madinah sebanyak 15.599 jamaah atau 7,67 persen. Mereka merupakan gabungan dari 40 kloter atau 7,62 yang telah masuk ke Tanah Suci. Dilaporkan pula bahwa Suhu di Arab Saudi diprediksi sekitar 40 derajat celcius pada hari-hari awal kedatangan jemaah haji Indonesia. Wakil Kepala Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah, Yuni Anisa, meminta jemaah haji rutin minum air putih (detiknews, 4/5/2025).
Informasi di atas merupakan proses perjalanan ibadah haji dan situasi lingkungan fisik ektrem yang akan dihadapi dan dapat memicu problem psikis jemaah haji Indonesia. Terdapat banyak problem psikologis yang dihadapi jemaah haji, seperti stres, kecemasan dan ketakutan berlebihan, dan marah tanpa adanya dasar yang jelas, serta depresi. Problem psikologis itu secara umun terjadi karena berbagai tekanan yang terjadi selama perjalanan haji.
Kecemasan sering timbul karena kekhawatiran tentang berbagai hal seperti logistik dalam perjalanan, transportasi menuju dan selama di Saudi Arabia, penginapan, kerumunan manusia, dan cuaca ekstrem. Jemaah juga bisa cemas tentang aspek spiritual kegiatan ibadah haji ini, seperti bagaimana memastikan ritual dilakukan dengan benar, atau perasaan kurangnya ibadah selama di tanah haram.
Selain itu, tantangan fisik dan emosional yang melelahkan selama perjalanan, lingkungan baru dan asing, dan perasaan lain, dapat memicu stres dan depresi. Sedangkan pada jemaah haji lansia terjadi kepikunan dan dimensia. Problematika ini termasuk dalam kajian Istitho`ah psikologis yang terus diusahakan menjadi bagian dari istitho`ah jemaah haji Indonesia. Terdapat istitho`ah dalam ibadah haji, yaitu secara materi (kemampuan ekonomi dan keamanan) dan istitho`ah fisik (kesehatan jasmaniah), serta secara mental psikologis.
Selama ini penanganan problem jemaah haji masih bersifat fisik dan material. Penanganan problem psikologis secara ilmiah ini menjadi terobosan dan akan berdampak pada kesehatan mental, serta kualitas keberagamaan jemaah haji. Perlu dikaji dan usahakan penerapan konsep psikoterapi atau strategi koping dalam membangun istitho`ah psikologis jemaah haji Indonesia. Istitho`ah psikologis merupakan kemampuan fungsi jiwa normal (meliputi kognitif, afektif dan psikomotor) dan terhindar dari problem psikologis (stres, cemas dan depresi) oleh seseorang dalam melakukan prosesi ibadah haji.
Pengembangan konsep istitho`ah psikologis dapat dilakukan melalui materi pelatihan dan penelitian terapan dengan menggunakan metode eskperimen. Beberapa waktu lalu, kami dari Tim Peneliti Psikologi UNM dan juga merupakan Pengurus Asosiasi Psikologi Islam (API) Sulsel yang terdiri dari: Ahmad Yasser Mansyur, Ahmad Razak, dan Basti Tetteng, S.Psi.M.Si. memberikan materi dan sekaligus melakukan penelitian Istitho`ah Psikologis Jemaah Haji Indonesia di Kecamatan Manggala Kota Makassar.
Kegiatan ini diselenggarakan pada tanggal 15-16 April 2025 yang bekerja sama dengan KUA Kecamatan Manggala. Sekitar 120 peserta sebagai Calon Jemaah Haji yang juga mengikuti kegiatan manasik haji Kecamatan Manggala. Digunakan konsep terapan Psikoterapi Tauhid untuk membangun istitho`ah psikologis pada calon jemaah haji.
Psikoterapi Tauhid merupakan perawatan jiwa menggunakan kalimat Tauhid bermakna Allah Yang Esa dan serta hanya Allah SWT yang dapat menjadi penolong. Lafaz tauhid diarahkan pada Allah SWT yang Esa menjadi penolong. Lafaz psikoterapi tauhid itu menyesuiakan dengan problem psikis jemaah haji, yaitu dapat menangani kecemasan pada situasi baru yang menekan dan rasa takut berlebih. Inti dari psikoterapi tauhid tersebut terletak pada lafalz : حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (Q.S. Ali-Imran [3]: 173), yang dibuat secara integratif dalam tiga tahap psikoterapi: yaitu a).Penerimaan b).Ikhtiar c).Tawakkal.
Dalam kegiatan itu, peserta mengutarakan pertanyaan, berbagi kisah dan melakukan dialog mengungkapkan problem yan dialami. Peserta diberikan tips praktis / skill dalam menghadapi situasi yang menekan dan hal yang mambuat cemas. Selain itu peserta juga mengisi alat ukur Istithoah Psikologis yang diberikan sebelum dan setelah materi disampaikan. Model psikoterapi tauhid itu menjadi dasar koping religius, dapat diterapkan secara mandiri, bersifat preventif dan rehabilitatif yang sangat mendukung istitho`ah psikologis. Dengan skill terapi itu, diharapkan jemaah haji dapat beradaptasi dalam proses perjalanan haji dan situasi lingkungan fisik ekstrem/menekan.
Kajian istitho`ah psikologis ini sangat penting dan mendukung program Kemenag RA menuju haji Indonesia: Sehat, Nyaman dan Mabrur. InsyaAllah. Nasrumminallah wa Fathun Qarib. Alhamdulillah. (*)