PINRANG, PIJARNEWS.COM – “Budaya suatu bangsa bersemayam di hati dan jiwa masyarakatnya.” – Mahatma Gandhi
Budaya lokal adalah identitas bangsa yang harus di rawat dan dilestarikan. Bangsa yang kehilangan budayanya maka ia akan atau bahkan telah kehilangan identitasnya.
Seiring perkembangan zaman, perkembangan lmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga semakin berkembang. Menyebabkan arus globalisasi dan modernisasi pun turut membiak di kalangan masyarakat Indonesia.
Kehadiran budaya luar juga ikut hadir bersamaan dengan modernisasi dan disrupsi teknologi. Budaya luar yang bertentangan dengan budaya lokal Indonesia dengan mudahnya sampai pada indra setiap warga negara.
Budaya dari luar dan disrupsi teknologi yang berkembang pesat ini perlahan dapat menjadi ancaman bagi bangsa ini. Budaya lokal yang menjadi indentitas bangsa bisa kian tergerus bahkan hilang, jika warga tak bijak dalam melestarikannya.
Warga Dusun Kamali, Desa Buttu Sawe, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan pada hari ini masih berupaya melestarikan budaya leluhurnya. Salah satu budaya dan tradisi leluhur yang masih di lestarikan tersebut ialah Tradisi Ma’baca dalam memperingati hari Isra Mi’raj pada tanggal 27 Rajab 1446 Hijriah atau Senin, (27/1/2025).
Isra’ Mi’raj merupakan sebuah peristiwa besar. Perjalanan panjang yang ditempuh dalam semalam yang dialami oleh Rasulullah Muhammad Saw. Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Kemudian naik ke langit menaiki Buroq di pertunjukkan padanya kekuasaan dan keagungan Allah.
Melalui perjalanan Isra Mi’raj inilah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan perintah langsung dari Allah untuk melaksanakan salat wajib 5 waktu sehari semalam, yakni Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama dan budaya adalah dua hal berbeda yang tak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keduanya berbeda, tetapi merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi.
Tradisi Ma’baca yang rutin dilaksanakan oleh warga Sulawesi Selatan adalah wujud integrasi budaya dan agama. Nilai-nilai budaya dan nilai-nilai dalam agama di integrasikan dalam tradisi ini.
Masyarakat Sulawesi Selatan memang amat identik dengan tradisi Ma’baca (membaca doa) dalam setiap kegiatan atau acara-acara penting. Salah satunya ialah kegiatan Ma’baca dalam Peringatan Hari Isra Mi’raj oleh masyarakat Pattinjo di Dusun Kamali, Desa Buttu Sawe, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang (27/1/2025).
Aneka jenis kue di tata sedemikian rupa dalam beberapa piring di atas sebuah wadah yang disebut Baki’. Setelah ditata dengan rapi oleh para ibu-ibu di rumah masing-masing, kemudian baki’ berisi kue akan diantar ke masjid.
Puluhan baki’ berisi kue tersusun rapi. Isinya pun beragam, seperti jalangkote (pastel), onde-onde, donat, panada, dadar gulung, agar-agar, cantik manis, dan berbagai macam kue tradisional lainnya.
Sebelum kegiatan Ma’baca memperingati hari Isra Mi’raj dilaksanakan, warga terlebih dahulu melaksanakan salat zuhur berjamaah.
Bakda salat zuhur, kemudian dilanjutkan dengan acara inti yakni Ma’baca di hadapan beragam jenis makanan yang dibawa oleh warga. Dalam acara ini, Lantunan do’a di panjatkan oleh Pu’imang (orang yang selalu memimpin salat) yang sekaligus menjadi Pa’baca (orang yang pemimpin pembacaan doa) di hari yang dipercaya penuh kemuliaan ini.
Tradisi Ma’baca dalam peringatan Isra Mi’raj ini bukan sebatas memperingati kemuliaan hari Isra Mi’raj saja. Melainkan terdapat beragam manfaat dan makna filosofis dibaliknya. Seperti ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta, mempererat hubungan silaturahmi berupa persatuan dalam bingkai tradisi, maupun upaya memperkuat etos kerja.
Setelah Pa’baca selesai memimpin doa bersama, sesi selanjutnya adalah bagian yang paling di tunggu-tunggu. Yakni sesi makan bersama. Seluruh warga yang hadir kemudian akan bertukar makanan yang dibawa.
Masing-masing warga, mulai dari anak-anak hingga lansia, bapak-bapak maupun ibu-ibu tampak begitu antusias mencicipi makanan yang dibawa oleh warga lainnya. Usai acara selesai, setiap warga akan pulang membawa baki’nya yang telah terisi kue berbeda dengan yang dibawanya.
Tradisi Ma’baca di hari peringatan Isra Mi’raj di Dusun Kamali, Desa Buttu Sawe begitu berarti bagi setiap warga. Selain dapat memperingati hari Isra Mi’raj, para warga juga dapat mempererat hubungan silaturahmi dan kasih sayang satu sama lain.
Namun demikian, ragam tantangan dalam upaya pelestarian budaya lokal tentu akan terus ada. Misalnya kuantitas warga yang berpartisipasi yang semakin berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ungkap (E) salah seorang warga Kamali.
Oleh sebab itu, setiap warga Indonesia memiliki peran krusial untuk bersatu dalam upaya merawat dan melestarikan budaya sebagai identitas bangsa di daerah masing-masing.
Setiap warga negara bisa mengambil peran dalam menjaga identitas bangsa, dengan merawat dan melestarikan budayanya melalui berbagai cara. Serta tentunya tetap bijak dalam menyikapi tradisi dengan integrasi nilai-nilai agama dan budaya itu sendiri. (*)
Reporter: Rizkyanti