Perkembangan teknologi informasi saat ini, melalui media sosial sangat mudah mengetahui informasi terupdate yang mendunia dengan teknik pengoperasiannya yang mudah dan cepat dilakukan.
Pemberitaan-pemberitaan yang merajalela di media sosial, perlu penyaringan secara mendalam sebelum mempercayai dan menyebarkan berita yang ditemukan, hal ini bertujuan untuk meminimalkan rantai penyebaran hoaks yang mungkin terjadi.
Kominfo telah merilis dan menemukan maraknya berita hoaks di setiap harinya, sebagaimana data yang tercatat, dari bulan Januari 2022, terdapat 135 isu, Februari terdapat 124 isu, Maret terdapat 127 isu dan di bulan-bulan setelahnya masih tetap ada sampai saat ini.
Di kutip dari Kompas.com, pada 7 Agustus 2022, beredar kabar bahwa akan turunnya hujan salju di Indonesia karena fenomena segarisnya Bumi dengan Neptunus yang merupakan hal yang tidak benar atau hoaks. Informasi seperti demikian akan meresahkan masyarakat yang mungkin saja akan memicu perseteruan yang berdampak pada persatuan dan kesatuan bangsa.
Hoaks adalah pemberitaan palsu untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang perilis berita tersebut, tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Sebagai orang berpendidikan dan mahir dalam bermedia sosial, perlu kecerdikan dalam menyaring dan mencari kebenaran berita sebelum disebarkan, karena apabila berita-berita yang di share sampai pada masyarakat awam yang tidak update di media sosial, maka akan sangat mudah terpengaruh dengan pemberitaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Hal ini, selaras yang terjadi di berbagai kalangan masyarakat yang belum tersentuh dengan canggihnya teknologi seperti kurang paham mengoperasikan android dan info dari TV pun masih sangat terbatas, yang hanya mengandalkan kebenaran berita dari yang disampaikan seseorang. Jadi, benar ataupun tidaknya berita yang didapatkan, akan mereka percayai dengan mudah.
Namun tidak hanya itu, selain dari masyarakat awam, masyarakat yang mapan dalam bermedia sosial pun, mungkin saja bisa terkecoh dan percaya dengan berita-berita yang tersebar di media sosial sebelum mencari kebenarannya, karena kata atau kalimatnya sudah dipoles sedemikian rupa hingga menyerupai berita yang faktual. Sangat disayangkan jika hal tersebut terjadi, mengingat dampaknya yang meresahkan dan mungkin saja dapat memicu perseteruan dan perpecahan.
Istilah yang berkaitan dengan persoalan tersebut adalah teori media literacy atau literasi media yang merupakan kompetensi yang harus dimiliki pengguna media komunikasi dalam proses komunikasi media massa, seperti yang dikemukakan oleh Hobbs bahwa berbicara tentang literasi media, berarti merujuk pada kemampuan khalayak, agar sadar terhadap media dan pesan media massa dalam konteks komunikasi massa, serta sikap kemahiran dalam mengakses, menganalisis secara kritis pesan media dan menciptakan pesan menggunakan alat media.
Makna lain dikemukakan oleh Rubin yang menyatakan bahwa literasi media adalah hal yang berkaitan dengan pemahaman terhadap sumber, teknologi komunikasi, kode yang digunakan, pesan yang dihasilkan, seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan tersebut. Hal tersebut sangat perlu dipahami dengan baik, agar para pengguna media massa mapan dalam menyaring sebelum mensharing berita dan tidak terperdaya dengan pemberitaan yang belum terbukti kebenarannya.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut, kemampuan dan keahlian merupakan hal yang sangat penting dan harus dimiliki oleh pengguna media dalam mengoperasikan media massa pada proses komunikasi massa untuk menjaga hubungan yang baik antar makhluk sosial dan menghindari perpecahan yang mungkin terjadi.
Sebagai orang yang paham tentang teknologi maupun orang awam, perlu mengenali dengan seksama ciri-ciri berita hoaks dan beberapa kompetensi panduan berlandaskan pada teori literasi media yang dikemukakan oleh para ahli di atas serta perlunya memperluas literasi media, meningkatkan daya baca, tidak mudah percaya dengan info baru yang belum diketahui sumber kebenarannya, jangan mudah terpengaruh, tidak malu bertanya untuk mencari kebenaran, dan cermat dalam menyaring sebelum mensharing berita, karena informasi yang sudah dipublikasikan di media sosial sangat cepat mendunia, jadi perlu pemikiran yang matang sebelum dipublish, tanpa melupakan sikap amanah dan tanggungjawab.
“Mengucapkan kata itu tidak salah, tapi menggunakan kata apapun, memerlukan telaah!”. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.