PAREPARE, PIJARNEWS. COM–Haru dan bangga itulah suasana yang terjadi di Auditorium Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare pada, Ahad (05/10/2025). Betapa tidak enam dosen IAIN Parepare resmi menyandang gelar tertinggi bidang akademik yakni guru besar. Mereka dikukuhkan langsung oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama RI, Prof. H. Amien Suyitno.
Seribu tamu undangan menyaksikan
upacara pengukuhan bersejarah ini, termasuk pejabat Kementerian Agama, pimpinan perguruan tinggi, tokoh masyarakat, keluarga besar guru besar yang dikukuhkan, serta kehadiran istimewa Sombayya Ri Gowa ke-39, Andi Muhammad Imam Daeng Situju (Sultan Kerajaan Gowa) sebagai tamu kehormatan.
Rektor IAIN Parepare, Prof. Hannani, mengucapkan rasa syukur dan terima kasih atas kesediaan Dirjen Pendis yang hadir langsung.
“Ini adalah kehormatan besar bagi kampus kami. Terima kasih Prof. Suyitno atas kesediaannya hadir dan memberikan pengukuhan langsung kepada para guru besar IAIN Parepare,” ujar Rektor IAIN Parepare, Hannani.

Pengukuhan guru besar ini bukan hanya sekadar seremoni akademik, melainkan harus dimaknai sebagai momentum untuk memperbarui komitmen moral, keilmuan, dan spiritual para pendidik dalam menjalankan peran sebagai ilmuwan dan teladan bagi civitas academica.
Prof. Hannani juga mengingatkan pentingnya keseimbangan antara penguasaan ilmu dan kemampuan mengajar yang menyenangkan. Menurutnya kecerdasan dan penguasaan keilmuan harus didukung oleh metode yang tepat agar ilmu dapat diterima dengan baik oleh mahasiswa.
“Banyak orang yang sangat cerdas dan menguasai ilmunya, tetapi karena tidak punya metode yang tepat, mahasiswanya baru lima belas menit sudah mengantuk,” candanya, yang disambut tawa hangat hadirin.
Prof. Hannani juga menekankan pentingnya kehadiran dosen di kelas. Menurutnya, interaksi langsung antara dosen dan mahasiswa tidak dapat digantikan oleh teknologi, sebab di sanalah ruh pendidikan sejati yaitu menumbuhkan keteladanan.
“Doa seorang dosen jauh lebih berpengaruh daripada kehadirannya di kelas. Doakanlah terus mahasiswa-mahasiswa kita agar ilmu yang mereka peroleh menjadi berkah dan bermanfaat bagi masyarakat,” pesannya dengan nada penuh keharuan.
Sementara Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Amien Suyitno, M.Ag., mengingatkan para guru besar untuk menjadikan temuan riset mereka sebagai solusi atas isu-isu kemasyarakatan, bukan sekadar pelengkap seremonial atau pemenuhan kepentingan pribadi.
“Yang paling substansi dari pengukuhan guru besar itu adalah temuan riset atau orasi ilmiah,” ujarnya.
Ia menyayangkan jika fokus keilmuan hanya berhenti pada kepentingan pribadi. seorang guru besar sejati tidak berhenti pada pencapaian pribadi, tetapi harus berpikir dan berkontribusi untuk umat.
“Kalau masih berpikir untuk kesejahteraan diri, berarti kita baru guru besar lil fadhliyah, bukan lil mashlahatil ummah (untuk kemaslahatan publik). Sudah saatnya kita berpikir untuk kemaslahatan publik,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Suyitno menyoroti peran strategis setiap bidang keilmuan dari enam guru besar yang dikukuhkan, yang mencakup Sosiologi Agama, Tafsir, Hadis Tarbawi, Tasawuf, Sosiologi Hukum Islam, dan Hukum Keluarga Islam.
Kepada Prof. Dr. Hj. St. Aminah, M.Pd., guru besar Sosiologi Agama, ia menekankan pentingnya memahami agama sebagai kekuatan penggerak kemajuan, mencontoh teori Max Weber tentang “The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism” yang membuktikan bahwa semangat keagamaan justru menjadi pendorong bangkitnya ekonomi kapitalis.
Sementara itu, kepada Prof. Dr. Muzdalifah Muhammadun, M.Ag., guru besar Ilmu Tafsir, Dirjen Pendis berpesan agar pengembangan tafsir tidak berhenti pada tataran tekstual semata, tetapi mampu menghadirkan makna kontekstual yang fungsional bagi kehidupan umat.
Ia juga menyinggung pengukuhan pasangan suami istri, Prof. Dr. H. Mahsyar, M.Ag. (Hadis Tarbawi) dan Prof. Dr. Hj. St. Nurhayati, M.Hum. (Tasawuf). Ia menggambarkannya sebagai dua sisi kehidupan yang harus seimbang: spiritualitas dan praksis pendidikan. “Sufi sejati itu bukan menjauh dari dunia, tapi menjadikan dunia sebagai jalan menuju akhirat,” jelasnya.
Kemudian menyoroti dua guru besar bidang hukum, Prof. Dr. Hj. Rusdaya Basri, Lc., M.Ag., (Sosiologi Hukum Islam) dan Prof. Dr. Fikri, S.Ag., M.H.I., (Hukum Keluarga Islam). Prof. Suyitno mengangkat fenomena sosial kekinian seperti marriage disclaimer dan child free.
“Kini banyak anak muda takut menikah, bahkan ada yang memilih menikah tanpa anak. Jika fenomena ini terus berlanjut, kita akan menghadapi kepunahan generasi,” ujarnya. Ia menegaskan ilmu hukum keluarga Islam perlu hadir memberikan edukasi dan solusi atas persoalan sosial tersebut.
















