OPINI — Aplikasi Peduli Lindungi merupakan salah satu solusi digital yang diciptakan oleh pemerintah Indonesia untuk memantau dan mengurangi penyebaran COVID-19. Dengan mengintegrasikan berbagai fitur, seperti pelacakan riwayat perjalanan dan status vaksinasi, aplikasi ini bertujuan untuk meningkatkan upaya mitigasi penyebaran virus. Namun, di balik kemajuan teknologi dan tujuan mulianya, muncul isu penting terkait hak privasi individu yang perlu disoroti. Konflik antara kebutuhan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan perlindungan terhadap data pribadi menjadi perdebatan utama dalam aspek hukum aplikasi ini.
Peduli Lindungi berperan besar dalam memfasilitasi protokol kesehatan yang lebih efisien, terutama dalam memonitor riwayat perjalanan dan status vaksinasi individu. Aplikasi ini memungkinkan otoritas kesehatan untuk melakukan pelacakan terhadap kontak erat pasien positif COVID-19, yang pada gilirannya dapat mempercepat penanganan pandemi. Namun, untuk dapat mengumpulkan data yang akurat, Peduli Lindungi memerlukan akses terhadap sejumlah informasi pribadi pengguna, seperti identitas, lokasi, dan status kesehatan. Namun, kebutuhan akan pengumpulan data pribadi yang begitu banyak membawa dampak terhadap hak privasi individu.
Dalam konteks hukum, hal ini berkaitan dengan Peraturan Perlindungan Data Pribadi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Menurut UU ini, pengumpulan, pengolahan, dan pemanfaatan data pribadi harus dilakukan dengan izin eksplisit dari individu dan hanya untuk tujuan yang sah serta terbatas. Namun, banyak pengguna aplikasi Peduli Lindungi yang mengeluhkan kurangnya transparansi tentang bagaimana data mereka digunakan dan siapa saja yang dapat mengaksesnya. Implementasi Peduli Lindungi selama masa pandemi menunjukkan pentingnya teknologi untuk mengatasi masalah kesehatan global. Namun, meskipun aplikasi ini menyimpan data yang sangat penting untuk pengawasan kesehatan, tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut berisiko menimbulkan kekhawatiran terkait penyalahgunaan data pribadi. Dengan mengumpulkan sejumlah besar data, aplikasi ini berpotensi menjadi sasaran peretasan, yang bisa menyebabkan kebocoran data pribadi yang sangat sensitif.
Terdapat beberapa pendapat dari ahli hukum yang mengkritisi kekurangan dari regulasi yang mengatur aplikasi seperti Peduli Lindungi. Prof. Hikmahanto Juwana, seorang pakar hukum internasional, mengungkapkan bahwa meskipun pemerintah memiliki kewenangan untuk melindungi kesehatan masyarakat, pengumpulan data pribadi dalam konteks aplikasi ini harus tunduk pada prinsip proporcionalitas. Artinya, data yang dikumpulkan harus relevan dan tidak berlebihan dari yang diperlukan untuk tujuan tertentu, dalam hal ini untuk pencegahan penyebaran COVID-19. Beberapa ahli hukum juga menyoroti bahwa transparansi dalam pengelolaan data menjadi hal yang mendesak untuk diperhatikan. Pengguna aplikasi Peduli Lindungi harus diberikan informasi yang jelas mengenai bagaimana data mereka dikumpulkan, disimpan, dan siapa saja yang memiliki akses terhadapnya. Dalam hal ini, pengawasan dari lembaga independen seperti Komisi Informasi dan Komisi Perlindungan Data Pribadi sangat penting untuk menjamin bahwa implementasi aplikasi tidak mengorbankan privasi pengguna demi alasan kesehatan.
Salah satu dampak utama dari penggunaan aplikasi Peduli Lindungi adalah bagaimana ia membentuk kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam hal pengelolaan data pribadi. Jika aplikasi ini gagal memenuhi standar privasi dan keamanan data, hal tersebut bisa mengarah pada penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam program vaksinasi dan pengawasan kesehatan. Sehingga, meskipun tujuan awalnya untuk menjaga kesehatan masyarakat, bisa jadi aplikasi ini justru menambah rasa cemas dan curiga terhadap kebijakan pemerintah. Sebagai contoh, dalam kasus kebocoran data, pengguna aplikasi Peduli Lindungi yang mengalami pelanggaran terhadap privasi mereka bisa merasa kehilangan kontrol atas data pribadi mereka. Ini dapat menyebabkan dampak psikologis yang merugikan, karena individu merasa terpapar risiko lebih tinggi terkait penyalahgunaan informasi mereka.
Namun, di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa untuk menghadapi pandemi dan penyakit menular lainnya, data kesehatan individu memang menjadi komponen yang sangat penting. Pendapat ini sejalan dengan teori utilitarianisme dalam filsafat hukum, yang mengutamakan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar. Dalam konteks ini, menjaga kesehatan masyarakat melalui aplikasi seperti Peduli Lindungi bisa dianggap sebagai upaya yang lebih besar daripada potensi risiko yang ditimbulkan pada individu. Pada sisi lain, untuk menjaga keseimbangan antara hak individu dan kepentingan kesehatan publik, penting untuk menetapkan batasan yang jelas terkait durasi penyimpanan data. Data pribadi yang dikumpulkan seharusnya hanya disimpan untuk waktu yang terbatas sesuai dengan tujuan pengumpulan data tersebut, yakni untuk memantau dan mengendalikan pandemi.
Sehingga, dalam rangka memitigasi risiko hukum, pemerintah bisa memperkuat pengawasan internal dan eksternal terhadap penggunaan data pribadi dalam aplikasi Peduli Lindungi. Penerapan sistem audit yang transparan serta penyusunan kebijakan yang lebih ketat mengenai siapa yang berhak mengakses data dan untuk tujuan apa, menjadi langkah penting dalam menciptakan kepercayaan masyarakat. Dampak sosial lainnya adalah adanya pembatasan akses bagi sebagian orang yang tidak terbiasa dengan teknologi atau tidak memiliki perangkat yang mendukung untuk menggunakan aplikasi ini. Dalam hal ini, ada potensi diskriminasi digital yang bisa memperburuk ketidaksetaraan sosial, terutama bagi kelompok masyarakat yang kurang terampil dalam penggunaan teknologi digital.
Meskipun banyak kritik dan tantangan hukum yang harus dihadapi, aplikasi Peduli Lindungi tetap memiliki potensi positif dalam mengatasi masalah pandemi. Dengan adanya pengawasan hukum yang ketat dan penegakan standar privasi yang jelas, aplikasi ini dapat menjadi contoh keberhasilan teknologi yang mendukung upaya kesehatan publik tanpa mengorbankan hak-hak dasar individu. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan kesehatan masyarakat dengan hak privasi individu merupakan tantangan yang tidak mudah. Namun, dengan regulasi yang lebih tegas, transparansi yang lebih baik dalam pengelolaan data, serta pengawasan yang ketat, aplikasi Peduli Lindungi bisa berjalan sesuai dengan tujuannya tanpa menimbulkan kerugian yang besar bagi privasi individu. Dengan demikian, kita dapat berharap bahwa keseimbangan ini dapat terwujud dengan baik, menguntungkan kedua belah pihak, dan memberi dampak positif bagi keberlanjutan kesehatan masyarakat di masa depan. (*)