MAKASSAR, PIJARNEWS.COM--Kepemimpinan perempuan di lembaga kultural kampus persyarikatan Muhammadiyah, meneguhkan kemandirian dan budaya melalui prinsip “Medco-Energy”.
Di dalam dinamika Persyarikatan Muhammadiyah yang sejak awal abad ke-20 telah menempatkan perempuan sebagai pilar utama dalam pendidikan, kesehatan, dan dakwah kemasyarakatan, kepemimpinan perempuan bukan sekadar anomali struktural, melainkan keniscayaan historis.
Sosok seperti Nyai Ahmad Dahlan telah menorehkan tapak-tapak awal bagaimana etos pencerahan dapat dijalankan perempuan dengan daya dorong spiritual, sosial, dan intelektual yang sepadan.
Dalam konteks tersebut, muncul nama Andi Firna Aryanti, sebagai Ketua Umum UKM Seni dan Budaya TALAS Universitas Muhammadiyah Makassar periode 2025–2026 merupakan peristiwa strategis yang tidak berdiri sendiri, tetapi menaut pada mata rantai panjang regenerasi kepemimpinan perempuan dalam ranah persyarikatan dan kebudayaan kampus.
Andini bukan semata figur representatif dari keterlibatan perempuan dalam organisasi kemahasiswaan, tetapi ia hadir sebagai agent of cultural transformation yang merumuskan pendekatan kepemimpinan berbasis nilai, sinergi, dan inovasi. Gagasannya mengenai “Medco-Energy dalam Nada Seni dan Budaya” tidak hanya orisinil secara naratif, tetapi juga filosofis dalam konteks praksis.
“Medco”, sebagai simbol kekuatan, energi, dan dinamika, dibingkai ulang oleh Andini menjadi metafora pergerakan kultural yang bersumber dari semangat keilmuan (medical knowledge) dan estetika lokal. Dalam tangan pemimpin seperti Andini, seni tidak hanya menjadi ekspresi kolektif, tetapi sarana untuk memperkuat etos mandiri, memperluas jejaring, dan meneguhkan identitas kultural di tengah tantangan zaman.
Dalam visi-misinya, Andini menjabarkan arah kepemimpinan yang membentangkan tiga poros: ekspansi ekosistem seni, rekonstruksi relasi kekeluargaan, dan kolaborasi lintas batas. Ketiga poros ini secara implisit mencerminkan semangat rahmatan lil ‘alamin yang menjadi fondasi gerakan Muhammadiyah — berpihak pada keadaban, kebermanfaatan, dan partisipasi aktif. Visi tersebut dibangun dalam kerangka kolektif, bukan elitis, di mana pemimpin hadir sebagai fasilitator nilai, bukan pemegang kuasa atas struktur.
Kepemimpinan Andini juga merupakan artikulasi dari feminisme substantif dalam bingkai Muhammadiyah — bukan feminisme reaktif, tetapi afirmatif dan transformatif. Ia tidak menolak kodrat, namun membuktikan bahwa kodrat perempuan tidak menghalangi kapasitas untuk berpikir strategis, membangun jejaring, dan memimpin perubahan.
Dalam gerak langkahnya, terlihat kehendak untuk menjadikan UKM Talas sebagai ruang belajar bersama yang menyatukan ilmu dan budaya, rasionalitas dan keindahan, kebijakan dan empati.
Prinsip “Medco-Energy” juga mencerminkan sinergi antara keilmuan farmasi (medical knowledge) dan nilai budaya lokal (Panrita Lopi, simbol kejayaan maritim Bugis), yang dalam kepemimpinan Andini dieksplorasi menjadi “bongkahan estetika paripurna”.
Ia menghadirkan seni sebagai energi sosial — bukan hanya performatif, tetapi juga partisipatif. Dengan demikian, seni tidak dilihat sebagai pelarian emosional, melainkan alat pemberdayaan sosial dan pemersatu antarentitas kampus.
Dalam kerangka Muhammadiyah yang menjunjung tinggi amar ma’ruf nahi munkar sebagai praksis transformasi sosial, pendekatan seni dan budaya yang diusung Andini membuka peluang baru: bahwa penguatan nilai-nilai Islam dan kemandirian perempuan dapat berjalan seiring dalam jalur estetika yang mendidik, merangkul, dan membebaskan. Kepemimpinan seperti ini tidak berorientasi pada dominasi, tetapi pada pelayanan dan peneguhan makna — ciri khas dari pemimpin yang berjiwa rahim, adaptif, dan berakar kuat pada kearifan lokal serta spiritualitas Islam.
Dengan demikian, kemenangan Andini dalam Pemilu Raya UKM Talas bukan hanya kemenangan dalam penghitungan suara, tetapi momentum bagi afirmasi kepemimpinan perempuan dalam perguruan tinggi Muhammadiyah. Ia menjadi denyut baru yang membawa energi keilmuan, budaya, dan gerakan, sekaligus menjawab tantangan zaman dengan nada seni yang mencipta harapan.
Berikut ini adalah artikel ilmiah populer berdasarkan uraian konseptual sebelumnya, dengan format sistematis dan gaya penulisan khas artikel kampus untuk rubrik kepemimpinan, budaya, dan gender dalam organisasi mahasiswa Muhammadiyah.
Denyut Baru UKM Talas
Kepemimpinan perempuan dalam ruang-ruang organisasi mahasiswa kultural sering kali menjadi wajah minor dari representasi struktural kampus. Namun, ketika nilai, intelektualitas, dan budaya bersintesis dalam satu sosok, kita menyaksikan kemunculan pemimpin baru yang bukan hanya simbol, tetapi subjek perubahan. Artikel ini mengulas sosok Andini Firna Aryanti, Ketua Umum UKM Seni dan Budaya Talas Universitas Muhammadiyah Makassar periode 2025–2026, dalam konteks kepemimpinan perempuan di kampus Unismuh Makassar dengan pendekatan konseptual “Medco-Energy dalam Nada Seni dan Budaya.” Pendekatan ini tidak hanya menggambarkan kekuatan visi, tetapi juga menunjukkan bagaimana seni, sains, dan nilai-nilai keislaman Muhammadiyah dapat menyatu dalam praktik kepemimpinan yang progresif dan humanis.
Keterpilihannya dengan 71 suara mengguli dua pesaing lainnya, 63 (calon 02)dan 7 (calon 03) suara dari total 141 suara dalam Pemilu Raya Talas yang berlangsung secara hibrid pada hari Ahad 18 Mei 2025 gedung LPTQ provinsi Sulawesi Selatan, menunjukkan tidak hanya legitimasi elektoral, tetapi juga kesadaran kolektif mahasiswa terhadap pentingnya representasi kepemimpinan yang membawa integritas nilai dan kekuatan narasi budaya. Lebih jauh, kemenangan Andini menandai momen penting dalam peta kepemimpinan mahasiswa Muhammadiyah: bahwa perempuan bukan sekadar pelengkap struktur, melainkan penggerak inti yang mampu menyelaraskan kecerdasan, seni, dan visi peradaban.
Usung Medco-Energy, Kerangka Kepemimpinan Kultural
Konsep “Medco-Energy dalam Nada Seni dan Budaya” yang diusung Andini menjadi simpul penting dalam artikulasi gaya kepemimpinannya. Istilah ini menyatukan akar keilmuan farmasi (medical knowledge) dan energi budaya lokal Bumi Panrita Lopi dalam satu gerak estetika yang produktif dan bernilai.
“Medco-Energy” bukan semata slogan retoris, melainkan metafora dari energi kolektif yang diolah dalam konteks kreatif dan kolaboratif. Dalam tangan Andini, seni tidak hanya tampil sebagai panggung ekspresi, tetapi sebagai alat transformasi sosial dan budaya. Seni menjadi jalan sunyi tempat nilai dan peradaban Muhammadiyah direkam ulang dalam bahasa estetik — bukan sebagai doktrin, tetapi sebagai partisipasi.
Dengan pendekatan ini, UKM Talas diarahkan bukan hanya menjadi komunitas pelestari tradisi, tetapi laboratorium budaya progresif yang mampu menjawab tantangan zaman. Budaya bukan sekadar warisan, tetapi arah dan orientasi masa depan.
Tiga Pilar Visi: Sinergi, Kekeluargaan, Ekspansi
Dalam pidato kemenangannya, Andini menegaskan tiga pilar utama dalam struktur visi-misinya:
- Ekspansi Ekosistem Seni
Andini mengusung agenda strategis membuka ruang-ruang baru bagi eksistensi seni mahasiswa, baik melalui pementasan, lokakarya, maupun kolaborasi antar-UKM lintas kampus. Seni menjadi kanal diplomasi kultural sekaligus wahana aktualisasi diri mahasiswa.
- Rekonstruksi Relasi Kekeluargaan
Salah satu kekuatan organisasi budaya adalah kedekatan emosional antaranggota. Andini mendorong agar ruang temu seperti pertunjukan akhir tahun tidak hanya menjadi peristiwa artistik, tetapi juga medium perkuatan ikatan spiritual dan solidaritas.
- Kolaborasi Lintas Batas
Kepemimpinan Andini menolak sektarianisme kreatif. Ia justru merintis integrasi lintas minat dan program studi untuk mendorong sinergi karya inovatif yang tetap berakar pada nilai budaya dan semangat kolektif.
Ketiga pilar ini menjadi dasar dari model kepemimpinan kolektif yang lebih horizontal, partisipatif, dan reflektif — sesuai dengan prinsip-prinsip nilai dalam pembinaan organisasi kemahasiswaan Muhammadiyah.
Kepemimpinan Perempuan dalam Bingkai Lembaga Mahasiswa Muhammadiyah
Andini adalah personifikasi kontemporer dari feminisme substantif ala Muhammadiyah. Ia tidak mengajukan tuntutan visibilitas karena gendernya, tetapi menawarkan kualitas kepemimpinan yang dibangun dari kesadaran nilai, intelektualitas, dan etos pelayanan. Dalam dirinya, terlihat bagaimana prinsip Islam Berkemajuan diwujudkan melalui laku budaya, bukan hanya narasi dakwah verbal.
Lebih dari itu, kepemimpinan Andini menjadi case study tentang bagaimana organisasi mahasiswa Muhammadiyah dapat melahirkan pemimpin-pemimpin perempuan yang berdaya saing global tetapi tetap berbasis lokalitas dan nilai spiritual. Seni menjadi wahana di mana nilai, keindahan, dan keberanian perempuan Muhammadiyah dapat dirayakan secara kolektif dan produktif.
Denyut Baru UKM Seni dan Budaya Talas
Kemenangan Andini Firna Aryanti tidak sekadar mengakhiri kompetisi Pemilu Raya 2025, tetapi membuka babak baru dalam kepemimpinan UKM Seni dan Budaya TALAS. Di tangan seorang perempuan muda yang paham nilai, disiplin ilmu, dan estetika, organisasi ini kini memasuki fase baru sebagai ruang artikulasi nilai, laboratorium kreatif, dan agen kultural yang dinamis.
Dengan prinsip “Medco-Energy dalam Nada Seni dan Budaya”, Andini bukan hanya memimpin. Ia menghidupkan. Ia menjadi denyut baru — bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan budaya dan kepemimpinan mahasiswa Perempuan Muhammadiyah. ( *)
Citizen Reporter: Muh Tahir (Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar/Pembina UKM Talas)