Oleh : Dr. Suherman, MM
Di tengah derasnya arus informasi dan meningkatnya kesadaran publik terhadap transparansi, perguruan tinggi dituntut untuk tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga dalam keterbukaan dan akuntabilitas. Dalam konteks inilah, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) memainkan peran penting sebagai penjaga transparansi dan pengelola kepercayaan publik di lingkungan kampus.
Keterbukaan informasi publik merupakan hak fundamental warga negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Namun, di balik regulasi itu, terdapat pesan moral yang lebih mendalam: bahwa kejujuran lembaga adalah dasar dari kepercayaan publik.
Bagi perguruan tinggi, keterbukaan bukan hanya soal memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga tentang menegakkan nilai akademik yang luhur — integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial. Kampus yang transparan adalah kampus yang menghormati akal sehat publik dan berani mempertanggungjawabkan setiap kebijakan dan programnya di hadapan masyarakat.

Keberadaan PPID di lingkungan kampus sering kali masih dipahami sebatas urusan dokumentasi dan pelayanan surat-menyurat. Padahal, secara substansial, PPID berfungsi sebagai penjamin kredibilitas lembaga. Ia menjadi pintu resmi bagi masyarakat untuk memperoleh informasi yang sahih dan terverifikasi.
Melalui sistem kerja yang terencana, PPID memastikan bahwa data yang dikeluarkan kampus — mulai dari laporan keuangan, data akademik, hingga capaian kinerja — dapat diakses dengan mudah, cepat, dan akurat. Dengan demikian, kepercayaan publik tidak dibangun oleh slogan, tetapi oleh keterbukaan data dan bukti kinerja yang nyata.
Di IAIN Parepare misalnya, PPID dapat berperan lebih aktif dalam menyinergikan data dari berbagai unit, mengelola informasi berbasis digital, dan menyiapkan laporan keterbukaan informasi secara berkala. Langkah ini bukan hanya memperkuat tata kelola lembaga, tetapi juga meningkatkan kredibilitas kampus di mata masyarakat.
Humas dan PPID: 2 Sayap Reputasi
Peran PPID akan semakin kuat bila berjalan beriringan dengan fungsi humas. PPID mengelola data dan informasi, sedangkan humas mengelola narasi dan kepercayaan. Kolaborasi keduanya menjadi kunci keberhasilan komunikasi publik di perguruan tinggi.
Humas membutuhkan data yang valid dari PPID untuk membangun konten komunikasi yang terpercaya — baik berupa berita, publikasi ilmiah, maupun kampanye reputasi. Sebaliknya, PPID membutuhkan dukungan humas untuk memastikan informasi publik dikemas dan disampaikan dengan cara yang menarik, mudah dipahami, dan bernilai edukatif.
Dalam praktiknya, sinergi antara PPID dan Humas dapat diwujudkan melalui portal keterbukaan informasi, media sosial resmi kampus, atau publikasi rutin tentang kinerja dan capaian institusi. Langkah sederhana ini dapat memperpendek jarak antara kampus dan publik, serta memperkuat citra kampus sebagai lembaga yang terbuka dan akuntabel.
Tantangan terbesar keterbukaan informasi di kampus bukan pada regulasinya, melainkan pada budayanya. Banyak lembaga masih terjebak dalam paradigma lama: takut dikritik, khawatir disalahpahami, atau tidak siap diaudit publik. Padahal, kritik publik adalah cermin untuk berbenah, bukan ancaman yang harus dihindari.
Membangun budaya keterbukaan berarti mengubah cara pandang: dari birokrasi yang defensif menjadi lembaga yang partisipatif. Ini menuntut tiga, yaitu :
- Komitmen pimpinan dalam menjadikan keterbukaan sebagai nilai kelembagaan
- Sistem informasi terintegrasi yang memudahkan publik mengakses data secara daring.
- SDM yang terlatih dan responsif, terutama dalam pelayanan informasi publik.
Terbangunnya budaya transparansi yang kuat, kampus tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga memperkuat public trust yang menjadi modal sosial utama dalam pengembangan lembaga. Kepercayaan publik tidak dapat dibeli atau diminta; ia harus diperoleh melalui konsistensi keterbukaan. PPID adalah wajah kejujuran lembaga, dan melalui perannya, kampus dapat membuktikan bahwa keterbukaan bukan ancaman, melainkan kekuatan.
Perguruan tinggi yang berani terbuka berarti berani diaudit, dikritik, dan terus diperbaiki. Dari sanalah kepercayaan publik tumbuh — bukan karena retorika, tetapi karena integritas. Keterbukaan informasi adalah napas bagi reputasi dan legitimasi kampus. Dengan PPID sebagai motor penggerak dan humas sebagai penyambung suara publik, perguruan tinggi akan semakin dipercaya dan dihormati. Kepercayaan itu, pada akhirnya, adalah aset yang tak ternilai dalam perjalanan membangun peradaban akademik yang jujur, terbuka, dan berdaya saing. (*)
Tentang Penulis:
Dr. Suherman, M.M. adalah Ketua Tim Humas IAIN Parepare. Saat ini aktif menulis tentang isu-isu reputasi kelembagaan, transparansi, dan tata kelola komunikasi di lingkungan perguruan tinggi.

















